REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Mohamed Sultan, warga AS berkebangsaan Mesir mengaku mendapat perlakuan tak menyenangkan ketika berada di penjara Mesir. Ia disiksa dan diancam akan dibunuh di Penjara Tora.
"Mereka melempar orang mati ke tahanan saya, dan membuat saya tidur bersama jasad," ujarnya kepada Anadolu Agency, kemarin.
Sultan lulus dari Universitas Ohio dan mendapat gelar sarjana di bidang ekonomi. Ia pergi ke Mesir pada Maret 2013 untuk menemani ibunya yang sakit kanker.
Menurut Sultan, ia dipenjara pada 27 Agustus 2013, tak lama seelah militer Mesir mengkudeta Presiden Muhammad Mursi. Ia baru dibebaskan 21 bulan kemudian.
"Awalnya, saya tertangkap saat operasi militer pascakudeta. Saat itu saya di rumah. Mereka mencari ayah saya, namun ayah tidak ada, dan mereka membawa saya," ujarnya.
Saat ditangkap, Sultan sedang bersama sejumlahnya temannya. Ia mengaku secara rutin mendapat pukulan, penyiksaan dan ancaman akan dibunuh selama di penjara.
"Mereka memukuli saya di bagian tangan saya yang patah selama tiga jam penuh. Sampai-sampai pelat di tangan patah saya bergeser. Dokter kemudian melakukan prosedur penanganan tanpa obat bius di dalam penjara saya," ujarnya.
Ia mengungkapkan, lebih dari 40 ribu tahanan di Mesir tidak bisa berbuat apa-apa. "Ayah saya berada di sana, dan ia mendapat hukuman mati,"katanya menambahkan.
Rezim pemerintah Abdul Fattah al-Sisi telah memasukkan kelompok Ikhwanul Muslimin sebagai teroris. Satu per satu aktivis IM ditangkap. Tak hanya kader IM, aktivis yang menentang pemerintah juga dipenjara.