REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel memberlakukan aturan keamanan baru pascaserangan di teritorial Palestina yang dijajah, Senin (19/10). Peraturan tersebut memberi kekuasaan lebih pada polisi untuk 'beraksi' di jalanan.
Polisi diizinkan menghentikan siapa pun dan menggeledahnya. Kementerian Keamanan Publik Israel pada Senin mengatakan pemerintah menyetujui rancangan undang-undang yang memungkinkan polisi melakukan aksi mengidentifikasi fisik seseorang, meski pun tidak ada indikasi orang tersebut membawa senjata. Rancangan undang-undang ini masih membutuhkan persetujuan dari parlemen.
Undang-Undang yang berlaku saat ini hanya memungkinkan identifikasi pada orang yang diduga membawa senjata. Menteri Keamanan Publik Gilad Erdan mengatakan aturan baru ini adalah cara untuk menghadapi teror serangan pisau, yang akhir-akhir ini marak dilakukan penduduk Palestina sebagai aksi perlawanan.
RUU tersebut mengundang kecaman dari banyak kelompok hak asasi manusia, salah satunya dari Pusat Palestina yang legal di Israel, Adalah. Majd Kayyal dari Adalah mengatakan aturan tersebut tidak memiliki batasan hukum.
Beberapa hari lalu, kabinet keamanan meloloskan undang-undang yang mengizinkan pasukan Israel mengepung desa Palestina. Mereka juga menerapkan jam malam dan membatasi pergerakan penduduk Palestina. "Ini adalah hukuman kolektif," kata Kayyal, dikutip Al Jazeera.
Ia juga mengecam tindak penangkapan preventif, dimana polisi Israel menangkapi orang-orang bahkan sebelum mereka melakukan tindak protes atau demo. Menurut Kayyal, RUU baru hanya akan menempatkan posisi polisi di atas hukum.