REPUBLIKA.CO.ID, GIZA -- Shaaban Mohammed (42 tahun) sibuk mengatur pemilih yang menunggu di luar satu tempat pemungutan suara di Desa Reqa yang miskin, sekitar 60 kilometer di sebelah Selatan provinsi terbesar kedua di Mesir, Giza.
"Semua orang ingin memberi suara. Saya telah mengatur barisan pemilih sejak pukul 09.00. Keikutsertaan di sini sangat tinggi dan pemilih telah berkumpul di tempat pemungutan suara sejak pagi," kata Mohammed, seorang petani, saat ia membantu satu orang tua memasuki tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif Mesir, Senin (19/10).
Lelaki itu, yang secara sukarela membantu mengatur pemilih, mengatakan banyak warga desa tak memberi suara selama hari pertama pemilihan umum sebab mereka tahu tempat pemungutan suara dipenuhi orang. Jadi, mereka memilih menunggu sampai malam pada hari kedua.
Pemilihan pertama anggota parlemen di Mesir dalam tiga tahun dimulai pada Ahad, di tengah langkah pengamanan ketat. Sebanyak 27 juta pemilih dari 14 provinsi diundang untuk memberi suara mereka, selama dua hari pemungutan suara pada tahap pertama.
Pemungutan suara itu menandai tonggak sejarah terakhir dalam peta jalan tiga tahap menuju demokrasi di Mesir, setelah pengesahan undang-undang dasar baru dan penyelenggaraan pemilihan presiden.
Pada pagi hari pemberian suara, tak banyak pemilih terlihat di seluruh negeri. Namun, Perdana Menteri Mesir Sherif Ismail pada Senin mengumumkan angka pemilih yang datang dalam proses demokrasi itu antara 15 persen dan 20 persen, dan angka tersebut diperkirakan meningkat.
Lokasi tempat pemungutan suara di wilayah perkotaan sama sekali berbeda dari kondisi di wilayah pedesaan. Di Imbaba, permukiman di kota di Provinsi Giza, cuma sedikit orang datang untuk memberi suara. Kondisinya nyaris sama di sebagian besar tempat pemungutan suara di wilayah tetangganya.
Kebanyakan warga kota, yang kebanyakan adalah orang berpendidikan dari kelas menengah, mungkin tak ikut dalam pemilihan umum tersebut karena alasan politik. Banyak dari mereka percaya parlemen baru akan menjadi alat di tangan rezim dan bukan menjadi badan yang mengawasi pekerjaan pemerintah.
"Saya takkan memberi suara. Saya telah memberi suara dalam sebagian besar pemilihan umum terdahulu, tapi tak ada perubahan. Negeri ini masih menderita akibat banyak masalah politik, sosial, kesehatan dan keamanan yang belum terselesaikan," kata Mohammed Samid, seorang warga di Giza.