Jumat 23 Oct 2015 23:00 WIB

Serangan Rusia Dianggap Perburuk Situasi Suriah

Rep: C25/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Militer Rusia memasang rudal di pesawat Sukhoi untuk menyerang basis ISIS di Suriah.
Foto: Reuters
Militer Rusia memasang rudal di pesawat Sukhoi untuk menyerang basis ISIS di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Tindakan Rusia di Suriah dinilai akan memicu perang, dan  hanya dapat berakhir dengan mundurnya Presiden Bashar Assad tanpa syarat. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir, jelang pertemuan dengan AS, Rusia dan Turki.

"Kami percaya bahwa gangguan Rusia di Suriah sangat berbahaya karena memperburuk konflik," kata Al-Jubeir, seperti dilansir dari Arab News, pada Jum'at (23/10).

Sejak 30 September lalu, angkatan udara Rusia sejauh ini telah melaksanakan lebih dari 780 serangan mendakak, terhadap hampir 800 sasaran di Suriah. Al-Jubeir merasa Rusia sedang memasukkan dirinya ke dalam konflik sektarian di Timur Tengah.

"Kami khawatir ini akan memicu emosi di dunia Muslim yang akan menyebabkan peningkatan pejuang untuk pergi ke Suriah," ujar Al Jubeir.

Hampir 80 persen serangan Rusia disebut menargetkan daerah yang tidak dikuasai ISIS. Data itu tentu mengusik pernyataan Rusia jika serangan-serangan yang dilakukan bertujuan menghantam kelompok militan ISIS.

Al Jubeir menegaskan peran terbaik yang bisa dilakukan Presiden Assad adalah meninggalkan Suriah. "Skenario terbaik adalah bahwa kita bangun di pagi hari dan Assad tidak ada," kata Al Jubeir.

Al Jubeir sendiri dijadwalkan bertemyu dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Menteri Luar Negeri Turki Feridun Sinirlioglu dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, di Wina, Jumat (23/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement