REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Oposisi di Suriah menolak tawaran Rusia untuk membantu mereka melawan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan mengabaikan seruan Rusia untuk pemilu baru.
‘’Rusia mengebom Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan sekarang ingin bekerja sama dengan kami, sementara mereka tetap berkomitmen untuk presiden Suriah Bashar al-Assad? Kami tidak mengerti Rusia sama sekali!’’ kata juru bicara kelompok pemberontak Divisi 13, Letnan Kolonel Ahmad Saoud, seperti dikutip dari laman Al Arabiya, Ahad (25/10).
Pemberontak yang dibiayai Barat dan militan Islam mengaku menjadi target Rusia, dan menuding serangan tersebut dimaksudkan untuk mendukung rezim Assad dibandingkan memberantas ISIS.
Anggota dari Koalisi Nasional Suriah, Samir Nashar, merasa skeptis dengan tawaran Rusia. Menurutnya, alih-alih berbicara tentang kesediaan Rusia untuk mendukung FSA, Rusia seharusnya menghentikan pengeboman itu.
‘’Karena 80 persen serangan Rusia menargetkan FSA,’’ ujarnya.
Komentar para pemberontak muncul setelah Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, Sabtu (24/10) mengatakan negaranya siap mendukung Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dengan serangan udara dan bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) melawan kelompok militan ISIS.
"Kami siap untuk memberikan dukungan serangan udara ke oposisi, termasuk FSA. Tetapi kita perlu untuk mendapatkan kontak dengan orang-orang yang memiliki kewenangan untuk mewakili kelompok bersenjata,’’ ujar Lavrov.