REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Tim investigasi Aljazirah menemukan sejumlah bukti kuat genosida yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap orang-orang Rohingya. Pemerintah dinilai kerap memicu kekerasan komunal mematikan untuk kepentingan politik.
Lowstein Clinic dari Fakultas Hukum Universitas Yale yang mengkaji laporan menyatakan, mereka telah menghabiskan waktu delapan bulan untuk mengkaji bukti dari Myanmar. Bukti-bukti tersebut termasuk dokumen dan kesaksian yang diberikan Aljazirah serta kelompok advokasi Fortify Rights.
"Mengingat skala kekejaman dan cara politisi berbicara soal Rohingya, kami pikir sulit untuk menyangkal kesimpulan adanya niat (untuk melakukan genosida)," ujar pernyataan Lowstein Clinic, seperti dilansir Aljazirah, Selasa (27/10).
Dari bukti eksklusif yang diperoleh Aljazirah dan Fortify Rights, terungkap pemerintah telah sengaja memicu kekerasan komunal untuk kepentingan politik.
Mereka juga kerap mengasut kerusuhan anti-Muslim, menyampaikan pidato bernada kebencian untuk membangkitkan ketakutan warga Myanmar mengenai Muslim serta memberikan uang untuk kelompok Buddha garis keras.
Jelang pemilu pada 8 November mendatang, saksi mata dan dokumen rahasia yang diperoleh Aljazirah mengungkapkan bahwa Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) berusaha memarginalkan Muslim. Mereka juga terungkap menargetkan Muslim Rohingya.
Direktur International State Crime Initiative (ISCI) dari Universitas London, Profesor Penny Green, mengatakan Presiden Thein Sein yang berasal dari USDP bersiap menyampaikan kalimat-kalimat kebencian dalam pidato untuk mengakhiri pemerintahannya. Menurutnya, Sein berupaya meminggirkan, memisahkan dan mengurangi populasi Muslim di Myanmar.
Green mengutip laporan independen ISCI pada 2012, mengenai konflik yang pecah antara Muslim Rohingya dan umat Buddha Myanmar. Menurutnya kekerasan yang memakan banyak korban tewas dan membuat ribuan orang mengungsi itu merupakan sesuatu yang telah direncanakan. "Itu bukan kekerasan komunal. Itu kekerasan yang direncanakan. Mengekspresikan sesuatu yang terorganisir," katanya.
Green menambahkan, saat insiden pecah ada keterlibatan Buddha Rakhine dari daerah terpencil. Saat bentrokan juga tersedia makanan dan minuman untuk mereka. Itu semua menunjukkan, bentrokan merupakan hal yang direncanakan dengan sangat hati-hati.
Penyelidikan yang dilakukan Aljazirah terkait genosida di Myanmar ini disajikan dalam sebuah dokumenter terbaru berjudul, "Genocide Agenda". Film itu menyajikan bukti bahwa agen-agen Pemerintah Myanmar terlibat dalam memicu kerusuhan anti-Muslim.
Dari sebuah dokumen resmi militer yang salinannya diperoleh Aljazirah menunjukkan adanya pidato bernada kebencian. Salah satunya mengklaim bahwa Myanmar berada dalam bahaya "dilahap" oleh umat Islam.
Penyelidikan juga mengungkapkan, bagaimana pemerintah menggunakan preman untuk membakar kebencian. Seorang mantan anggota intelijen militer Myanmar menggambarkan bagaimana ia menyaksikan agen provokator memprovokasi masalah dengan Muslim.
"Tentara mengendalikan peristiwa ini dari balik layar. Mereka tak terlibat secara langsung. Mereka membayar orang dari luar," ujarnya dengan syarat anonimitas.