Kamis 29 Oct 2015 09:13 WIB

Gempa Besar Diprediksi Hantam Los Angeles Jelang 2019

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Bilal Ramadhan
Alat pencatat gempa
Foto: antarafoto
Alat pencatat gempa

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Hasil studi yang menakutkan dirilis oleh NASA Jet Propulsion Lab, Amerika Serikat (AS). Gempa berkekuatan lebih dari 5,0 Skala Richther (SR) diprediksi akan menghantam salah satu wilayah terpadat di AS itu menjelang 2019.

Peneliti NASA menyatakan datanya valid hingga 99,9 persen. Pertanyaannya, apakah ilmuwan NASA Jet Propulsion Lab menciptakan teknologi baru atau metode baru sehingga bisa mendapatkan kevalidan hingga sedetail itu?

Ilmuwan NASA mengandalkan catatan GPS khusus menggunakan citra radar yang dipantau berkala dari waktu ke waktu. Data ini memberikan gambaran luas tentang deformasi Bumi, termasuk deformasi tanah dan permukaannya. Banyak penelitian di dunia menggunakan data serupa selama puluhan tahun untuk memprediksikan kejadian alam di bawah kaki manusia.

Dilansir dari Los Angeles Times, Kamis (29/10), cekungan LA saling berhubungan. Peristiwa seismik besar ini diproyeksikan terjadi dalam empat tahun ke depan atau sekitar April 2018. Seorang seismolog US Geological Survey, Robert Graves mengatakan perkiraaan 99,9 persen tersebut masih diperiksa dan dievaluasi oleh komite prakiraan gempa.

"Persentase ini tampaknya sedikit tak wajar, belum ada apa-apa yang bisa dibuktikan," ujar Graves.

Penulis utama studi tersebut, Andrea Donnellan tetap mempertahankan perhitungannya. Donnellan menilai probabilitas 85 persen oleh US Geological Survey dan 99,9 persen versi NASA Jet Propulsion Lab tetap saja menyimpulkan akan terjadi gempa besar dalam tiga tahun ke depan.

"Sebagai ilmuwan, kami tidak sekadar memaparkan perkiraan. Ada pengujian di atas kertas," ujar Donnellan.

Hukum Gutenberg-Richter tentang gempa menunjukkan hubungan antara magnitudo dengan jumlah total gempa bumi pada suatu daerah dan periode waktu tertentu yang mendekati magnitudo tersebut. Pada awalnya hubungan ini dicetuskan oleh Charles Francis Richter dan Beno Gutenberg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement