REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Parlemen Nepal memilih seorang perempuan yang merupakan aktivis HAM untuk menjadi presiden baru, Rabu (28/10). Bidhya Devi Bhandari (54 tahun) adalah presiden perempuan pertama di negara tersebut, menyusul KP Sharma Oli yang terpilih menjadi perdana menteri perempuan awal bulan ini.
Bhandari sebelumnya pernah menjabat menteri pertahanan pada 2009-2011. Saat ini ia masih menjabat wakil ketua partai berkuasa Communist Party of Nepal (United Marxist Leninist). Sebagai presiden, ia berjanji mengusung hak minoritas dan perempuan di Nepal.
Bhandari menggantikan Ram Baran Yadav yang merupakan presiden terpilih pertama pada 2008 setelah Nepal meninggalkan sistem pemerintahan monarki. Menurut pengamat BBC Asia Selatan, Charles Haviland, Bhandari adalah sekutu dekat PM baru yang sama-sama dari partai komunis.
Ia telah sejak lama menggeluti dunia aktivis yang lingkungannya dominan laki-laki. Di era pra-demokrasi, ia bekerja secara sembunyi-sembunyi dan kemudian terpilih di parlemen setelah suaminya, yang juga politisi, tewas dalam kecelakaan mobil misterius.
Pemilihannya menjadi presiden dilakukan tak lama setelah Nepal menentukan konstitusi baru pada September dengan tujuan menstabilkan negara. Konstitusi yang sekuler ini membagi wilayah menjadi tujuh provinsi federal.
Namun kelompok etnis di selatan menginginkan teritori lebih besar dan hak untuk mendirikan negara bagian etnis. Hal ini menimbulkan konflik yang berujung pada tewasnya 40 orang beberapa waktu lalu.