REPUBLIKA.CO.ID, CALAIS -- Bentrokan-bentrokan pecah antara polisi dan para migran yang tinggal di kamp-kamp sementara dekat pelabuhan Calais, di bagian utara Prancis pada Selasa (10/11) untuk malam ketiga berturut-turut.
Polisi antihuru-hara menggunakan gas air mata dan meriam air untuk mengakhiri bentrokan selama sejam dengan para migran itu. Bentrokan dimulai dengan pelemparan benda-benda dan hujatan-hujatan ke arah petugas keamanan sebelum membakar sebuah fasilitas yang terbuat dari kayu.
"Sebanyak 250 personel polisi yang sebagian besar dari CRS (polisii anti huru-hara), dikerahkan pada Selasa" untuk mengakhiri kerusuhan di sekitar kamp migran, yang berada di "hutan" di Prancis, kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Pierre-Henry Brandet.
Populasi migran di Calais berlipat dua antara Juni dan Agustus sementara Eropa berjuang mengatasi krisis migran paling buruk sejak Perang Dunia II.
Sebagian besar migran masuk ke blok itu untuk mengungsi di Jerman atau Swedia, tetapi yang lain telah melanjutkan perjalanan mereka ke Prancis dengan harapan dapat melintasi the Channel ke Inggris.
Sekitar 4.500 orang sekarang tinggal di kamp-kamp di luar Calais, dari sana mereka berusaha menuju Inggris dengan menumpang truk-truk atau menaiki kereta api ke London.
Prancis telah meningkatkan keamanan setelah kekerasan pecah pekan ini, menyebabkan para migran mengganggu lalu lintas di jalan lingkar Calais.