Selasa 17 Nov 2015 15:59 WIB
Serangan Teror Paris

Sejarah Aula Bataclan yang Jadi Sasaran Serangan Paris

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Lilin berwarna bender Prancis diletakkan dekat Bataclan, sebagai simbol duka, di pagi setelah teror terjadi, Jumat malam (13/11).
Foto: Reuters
Lilin berwarna bender Prancis diletakkan dekat Bataclan, sebagai simbol duka, di pagi setelah teror terjadi, Jumat malam (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kesedihan akibat serangan di Paris, Prancis, Jumat pekan lalu masih dirasakan masyarakat. Bunga dan lilin juga masih menghiasi lokasi kejadian sebagai penghormatan untuk para korban.

Salah satu spekulasi yang banyak beredar mengenai mengapa para pelaku penyerangan memilih aula Bataclan yang merupakan aula musik legendaris sebagai sasaran pemboman. Ruangan berusia 150 tahun itu adalah bagian dari sejarah musik. Édith Piaf dan Maurice Chevalier pernah bernyanyi di sana. Banyak para penggemar histeris dan pingsan ketika nJeff Buckley manggung di sana. Generasi rock hingga hip-hop pernah meninggalkan kenangan abadi di sana.

Aula itu juga memiliki sejarah politik. Dari 2000-an hingga 2009, pemilik aula itu mayoritas adalah keluarga Yahudi. Aktivis pro Palestina pernah beberapa kali melakukan aksi di luar aula. Pada malam serangan, band rock dari Amerika, Eagles dari Death Metal, sedang melakukan konser. Band ini baru saja memboikot industri musik dan mengadakan konser di Israel.

Baik otoritas Prancis maupun Yahudi menduga antisemitisme merupakan unsur utama serangan tersebut. Antisemitisme merupakan suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi dalam bentuk-bentuk penganiayaan, penyiksaan terhadap agama, etnik, maupun kelompok ras, mulai dari kebencian terhadap individu hingga lembaga. Namun hingga kini belum ada hasil penyelidikan pasti mengenai alasan penyerangan di Bataclan dan restoran sekitarnya.

ISIS telah mengklaim berada di balik penyerangan itu. Seorang pejabat Prancis menyatakan bahwa salah satu orang yang dicurigai sebagai arsitek serangan adalah Abdelhamid Abaaoud. Nama besar Bataclan telah beredar di jaringan online pro Palestina selama bertahun-tahun.

Seorang peneliti di Institut Hubungan Internasional Prancis, Marc Hecker mengatakan saat ada serangan di Bataclan, dia pikir itu hanya kebetulan. “Itu target yang mudah, seperti ISIS biasa mengatakan itu adalah tempat pesta pora,” ujarnya seperti dikutip dari The New York Times, Selasa (17/11). Namun ia berpikir, ada ratusan aula konser di Paris, tetapi mereka hanya mengincar Bataclan. 

Bataclan pernah digunakan  berkumpul oleh Angkatan Darat Israel. Mungkin para ektremis telah mengetahuinya. “Dan ini menjadi kesemoatan mereka,” kata Hecker. Manajer Bataclan sejak 2004, Jules Frutos mengatakan belum pernah ada ancaman terhadap gedung tersebut. “Tidak ada,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement