REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Advokat sekaligus Aktivis Hak Asasi Manusia dari beberapa perwakilan negara dunia, Rabu (18/11), berkumpul di ruang sidang The 7th Criminal Court, Istanbul, Turki untuk mengikuti persidangan lanjutan peristiwa berdarah penyerangan yang dilakukan tentara Israel terhadap aktivis kemanusiaan The Gaza Freedom Flotilla pada 31 Mei 2010, silam. The Gaza Freedom Flotilla diserang dalam kapal MV Mavi Marmara.
Sidang ini berbanding terbalik dengan sekelompok orang Indonesia dan beberapa Advokat ternama yang mendorong digelarnya Persidangan Pengadilan Rakyat Internasional atau International People’s Tribunal (IPT) di negeri Belanda untuk mengadili pemerintah Indonesia atas tragedi berdarah 1965.
Advokat sekaligus Direktur Eksekutif SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid yang mengikuti persidangan ini menginformasikan bahwa sidang kali ini memasuki agenda hearing yang kesepuluh, sejak digelar pertama kali pada 5 tahun yang lalu. Agenda sidang menghadirkan para saksi dari beberapa negara yang menjadi korban penyerangan brutal tentara Israel.
“Agenda sidang masih saksi, jumlah saksi yang hadir sekarang sekitar delapan orang, salah satunya dari Amerika,” kata Sylvi.
Pengadilan ini menurut Sylvi, merupakan salah satu upaya menegakkan HAM dan keadilan bagi para korban dan keluarganya. Berdasarkan data korban, sebanyak sepuluh orang tewas dan seratus lima puluh enam korban luka-luka, 52 diantaranya luka berat.
Sylvi menyampaikan, walaupun pada akhir putusannya nanti hanya berlaku pada yuridiksi pemerintahan Turki, namun akan menjadi preseden global yang meyakinkan msyarakat dunia bahwa Israel adalah negara pelanggar HAM. “Kami berharap dunia melek dan mendorong PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) untuk menyeret Israel ke International Criminal Court.”