Kamis 19 Nov 2015 23:07 WIB

Artikel Ini Buktikan Inggris Dalang di Balik Pemberontak Suriah

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Karta Raharja Ucu
Kelompok pemberontak Suriah mengambil amunisi
Foto: aljazeerah
Kelompok pemberontak Suriah mengambil amunisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye perang terhadap terorisme yang diluncurkan George Bush 14 tahun, rupanya berkembang semakin aneh. Sebuah persidangan pada Senin lalu untuk mengadili seorang pria asal Swedia, Bherlin Gildo atas tuduhan melakukan aksi terorisme di Suriah terpaksa dibekukan. Sebab dalam persidangan ditemukan fakta ternyata intelijen Inggris yang mendukung persenjataan pemberontak Suriah.

Seperti dilansir The Guardian dalam artikel berjudul Now The Truth Emerges: How The US Fuelled The Rise of ISIS in Syria and Iraq beberapa waktu lalu, pengadilan akhirnya membekukan kasus tersebut. Tujuannya agar tidak mempermalukan intelijen Inggris. Apalagi banyak bukti mengarah jika Inggris memberikan dukungan luar biasa besar kepada kelompok pemberontak Suriah yang melakukan aksi teror tersebut.

Bantuan yang diberikan Inggris tersebut tak tanggung-tanggung. Bantuan yang diberikan antara lain pelindung tubuh, kendaraan militer, training, dukungan logistik, dan senjata dalam skala besar yang dikirimkan secara diam-diam. Sebuah laporan menyebutkan MI6 bekerja sama dengan CIA dalam operasi Rat Line, yakni transfer senjata secara diam-diam dari Libya ke pemberontak Suriah pada 2012 setelah jatuhnya Qaddafi.

Setahun terlibat dalam pemberontakan di Suriah, Amerika dan sekutunya tak hanya mendukung dan mempersenjatai para pemberontak Suriah. Baik Amerika dan sekutu tahu benar kalau pemberontak Suriah didominasi kelompok garis keras yang siap melahirkan ISIS.

Namun ini bukan berarti Amerika yang melahirkan ISIS. Seperti diketahui, Alqaidah tidak pernah ada sebelum Amerika dan Inggris melakukan invasi. Peran Amerika adalah mengeksploitasi keberadaan ISIS untuk menghancurkan kekuatan lain di Timur Tengah guna melestarikan pengawasan Barat.

Sayangnya perhitungan Amerika meleset ketika ISIS tak bisa diawasi lagi oleh Amerika. Apalagi ISIS mulai meneror dan mengancam kehidupan Barat baik melalui teror maupun ancaman lewat media online.

Sekarang negara-negara Teluk sibuk mendukung kelompok lain dalam perang Suriah seperti Nusra Front. Kebiasaan buruk Amerika dan Barat untuk menggunakan kelompok ekstrimis bagi kepentingan mereka, kemudian kelompok ektrimis itu malah menggigit mereka sebenarnya hanya seperti siklus yang pernah terjadi sebelumnya.

Dulu Amerika menggunakan kelompok ekstrimis untuk melawan komunisme 1980-an di Rusia. Akhirnya inilah yang melahirkan Alqaidah.

Intervensi militer Amerika dan negara-negara Barat pada akhirnya hanya menghancurkan dan memecah Timur Tengah. Hanya penduduk Timur Tengah sendiri yang bisa mengobati luka-luka mereka bukan negara-negara Barat yang menginkubasi virus tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement