Jumat 20 Nov 2015 12:58 WIB

Harapan Nasib Rohingya di KTT ASEAN

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi Rohingya menangis usai salat Idul Fitri di penampungan sementara Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Jumat (17/7).  (Antara/Rahmad)
Pengungsi Rohingya menangis usai salat Idul Fitri di penampungan sementara Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Jumat (17/7). (Antara/Rahmad)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia adalah rumah bagi lebih dari 150 ribu pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di badan pengungsi PBB UNHCR. Lebih dari 90 persen dari mereka berasal dari etnis Muslim Rohingya Myanmar.

Diantaranya adalah Zafar Ahmad Abdul Ghani dari negara bagian Rakhine yang tiba di Malaysia pada 1990-an dan tidak pernah meninggalkan negara itu. Ia kini memimpin sebuah organisasi non-pemerintah yang mengadvokasi hak-hak Muslim Rohingya.

Pria berusia 45 tahun itu mengatakan, beberapa dari mereka terus tiba di Malaysia. Meski tidak ada kapal penyelundup yang terlihat di Laut Andaman selama beberapa bulan terakhir, Muslim Rohingya diselundupkan dari pusat penahanan di negara tetangga Indonesia oleh pedagang setempat.

"Ini masih berlangsung. Kami di Malaysia memiliki kebebasan tapi mereka yang tinggal di Aceh, Indonesia tinggal di kamp-kamp pengungsi dan tidak bisa keluar, tidak ada kebebasan," ujar Zafar dilansir dari Channel News Asia, Jumat (20/11).

Sekitar 90 Rohingya ditangkap oleh lembaga penegakan maritim Malaysia dalam beberapa hari terakhir karena mencoba masuk ke negara itu. Menyusul insiden tersebut, perwakilan UNHCR untuk Malaysia, Michael Towle meminta pemerintah Malaysia berbuat lebih banyak dalam melindungi pengungsi dan membatasi momok perdagangan manusia.

"Kami tidak ragu penyelundup dan pedagang sedang merencanakan titik masuk lainnya ke wilayah perdagangan baru," katanya.

Baca Tiga Tewas Akibat Badai, Washington Dinyatakan Darurat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement