REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Konsul Hubungan Islam-Amerika (CAIR) mencatat insiden kebencian terhadap umat Muslim meningkat tajam di beberapa wilayah di Amerika Serikat, seminggu usai insiden penyerangan di Paris, Prancis.
"Saya pikir, sangat disayangkan ketika kita melihat secara bertahap arus utama Islamofobia ini terus terjadi," kata Direktur Komunikasi CAIR, Ibrahim Hooper dilansir usnews.com, Sabtu (21/11).
CAIR mencatat beberapa insiden kebencian terhadap Islam terjadi pascateror Paris, di antaranya, sebuah masjid di Pflugerville, Texas yang nodai kotoran manusia dan penyobekan Alquran. Ancaman verbal sekelompok masyarakat terhadap jamaah masjid di Houston dan Tampa Bay.
Kemudian, CAIR juga mendapat laporan sebuah masjid di Nebraska dirusak sekelompok orang tidak dikenal. Sebuah tembakan yang diarahkan ke rumah komunitas Muslim di Florida. Hingga sopir taksi Uber yang menuduh Muslim sebagai penyerang taksi-taksi Uber di Carolina utara.
Menurut Hooper masih banyak insiden Islamofobia yang terjadi di luar laporan yang diterima CAIR. Salah satu di antaranya adalah kampanye kebencian yang dilakukan kandidat Capres dari Partai Republik.
"(Islamofobia) Ini benar-benar meningkat intensitasnya oleh calon presiden Republik Ben Carson dan Donald Trump, yang benar-benar melegitimasi kebencian itu," ujarnya.
Donald Trump dalam salah satu kampanyenya telah menyarankan penutupan masjid dan membuat database pada setiap Muslim di AS.
Walaupun akhirnya ia membantah dan hanya menyarankan kepada masjid-masjid yang didapati menyebarkan paham radikal dan tidak secara langsung mengusulkan database tersebut.
Sedangkan Ben Carson dalam kampanyenya mengatakan AS seharusnya tidak memilih presiden Muslim. Namun setelah mendapat kritik, kandidat kulit hitam dari Partai Republik ini kemudian mengubah pendapatnya bahwa Muslim bisa dipilih bila ia meninggalkan ajaran Islamnya.