Ahad 22 Nov 2015 05:25 WIB

Kanada Siap Menampung 25 Ribu Pengungsi Suriah

Rep: C34/ Red: Citra Listya Rini
Pengungsi Suriah
Foto: AP
Pengungsi Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Pemerintah Kanada berencana menampung 25 ribu pengungsi Suriah yang terdampak perang. Mulai awal Desember, sebanyak 900 pengungsi per hari akan diterbangkan dari Yordania ke Montreal dan Toronto.

Dari sana, mereka akan diangkut ke dua pangkalan militer di Ontario dan Quebec, di mana mereka akan ditempatkan sementara. Pemerintah menganggarkan biaya operasi sebesar 1,2 miliar dolar Kanada selama lebih dari enam tahun.

"Biaya dan rincian lainnya akan diinformasikan pada Selasa pekan depan," kata Menteri Imigrasi Kanada John McCallum, Sabtu (21/11) kepada wartawan di Ottawa.

Pada sebuah forum keamanan di kota pelabuhan Atlantik Halifax, Menteri Pertahanan Harjit Sajjan juga dilaporkan menyampaikan sikap hangat Kanada terhadap pengungsi Suriah. Di hadapan komandan militer dan menteri pertahanan dari seluruh dunia, ia berujar menunjukkan kasih sayang untuk para pengungsi akan mengirimkan pesan kepada para ekstrimis ISIS.

"Bukan hanya sebagai proyek kemanusiaan, tetapi juga memukul ISIS dengan cara yang berbeda," kata Sajjan. Sajjan juga berusaha meredakan kecemasan bahwa keputusan menerima pengungsi akan menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.

Sejak serangan Paris pekan lalu yang menewaskan sedikitnya 130 orang, kekhawatiran muncul jihadis ISIS atau teroris bisa masuk dengan menyamar sebagai pengungsi.

Ia mengatakan Kanada akan menerbangkan para pengungsi yang rentan atau keluarga yang sangat membutuhkan bantuan sehingga tak membahayakan. Pengungsi dengan keterampilan tertentu, ucap Sajjan, pada akhirnya juga akan dapat menguntungkan produktivitas Kanada.

"Mereka tidak melarikan diri dari kemiskinan; mereka melarikan diri perang. Orang yang menetap juga akan berkontribusi terhadap perekonomian kita," kata Sajjan.

Akan tetapi, rencana itu tampaknya belum disetujui seluruh pihak dalam kabinet. Menteri Kesehatan Jane Philpott, bagaimanapun, mengatakan informasi tersebut "ketinggalan zaman dan tidak diharapkan untuk menjadi akurat."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement