Ahad 22 Nov 2015 10:02 WIB

Salam Jari Kecil dari Suriah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Bocah Suriah mengacungkan jari tanda kemenangan dalam demonstrasi anti regim Presiden Bashar Al-Assad di Kota Idlib, Suriah.
Foto: AP
Bocah Suriah mengacungkan jari tanda kemenangan dalam demonstrasi anti regim Presiden Bashar Al-Assad di Kota Idlib, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Masa kecil yang normal tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh anak-anak Suriah. Sebagian besar harus mengarungi lautan, mempertaruhkan nyawanya, tidak bersekolah, menyaksikan gedung-gedung roboh hingga lebih sering mendengar suara bom daripada suara kicauan burung.

Bagi salah satu anak Suriah, Ahmed Subi, masa kecilnya sudah berakhir tiga tahun lalu. Bocah 13 tahun ini tinggal di Aleppo, kota terbesar di Suriah. Pada 2012, perang Aleppo menyadarkannya pada posisi tak aman. Saat itu, perang antara pasukan loyalis Presiden Bashar al Assad dan kelompok-kelompok pemberontak dimulai.

Ahmed mulai tidak bisa bersekolah full time. Ia harus membantu kakak-kakaknya bekerja di restoran demi keberlangsungan kehidupan keluarganya. Apalagi setelah ayahnya, Tofi, tewas dalam serangan bom dari pasukan pemerintah. Kondisi keuangan mereka menjadi sangat sulit.

Saat ini, ia bersekolah setengah hari untuk kemudian bekerja. Hidupnya bergantian jadi anak kecil dan orang dewasa setiap harinya. Dalam usianya, ia sudah menanggung tanggung jawab sebagai orang dewasa.

"Saya selalu suka belajar," kata dia, pada Aljazirah. Ia masih mempertahankan sekolahnya demi masa depan yang lebih baik. Ia mengaku ingin menjadi insinyur agar bisa membangun kembali Suriah. "Mengembalikan kehidupan pada kota yang saya cintai," kata Subi.

Dari kamar tidurnya, ia sering melihat anak-anak bermain. Meski sering kali ia juga melihat penembak jitu yang menembaki orang-orang. Subi hanya salah satu potret bocah-bocah yang tinggal di zona konflik.

Dalam hukum internasional, mereka seharusnya jadi pihak yang dilindungi. Tapi bom tetap tak punya mata, bom tak bisa berbelok agar tak menyakiti mereka yang seharusnya dilindungi.

Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, baru-baru ini, Ahmed mengungkapkan keinginginannya untuk bisa kembali membaca buku dengan leluasa. "Saya tidak punya waktu untuk membacanya dan saya tidak punya banyak buku kecuali di sekolah," ujar penggemar buku komik Detective Conan ini.

Ahmed juga mengungkapkan keinginannya untuk mengubah dunia dengan cara melarang penggunaan senjata yang bisa menghancurkan apa pun ataupun membunuh orang. "Mungkin dengan begitu orang-orang bisa hidup damai," kata bocah yang mengaku sangat khawatir terhadap serangan bom yang bisa membunuhnya dan anggota keluarganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement