REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Ribuan polisi tambahan dan pasukan penjaga perbatasan dikerahkan di Dhaka dan beberapa kota utama Bangladesh pasca pengeksekusian dua pemimpin oposisi. Bangladesh mengeksekusi Ali Ahsan Mohammad Mujahid dan Salahuddin Quader Chowdhury pada Ahad (22/11) atas tuduhan kejahatan perang tahun 1971.
Pihak otoritas mengantisipasi gelombang protes yang bisa terjadi pasca eksekusi. "Kami mengerahkan personel keamanan di seluruh negeri untuk mencegah kekerasan apa pun, termasuk di jalan-jalan," kata Juru bicara kepolisian Munstashirul Islam pada AFP seperti dikutip dari Aljazirah.
Keamanan ditingkatkan khususnya di kampung halaman dua pemimpin oposisi tersebut. Ratusan polisi tampak memenuhi kota pusat Faridpur yang merupakan tempat pemakaman Mujahid. Pengetatan keamanan juga terlihat di kampung halaman Chowdhury di Raojan.
Mujahid dan Chowdhury dihukum mati pada pukul satu dini hari oleh Penjara Pusat Dhaka. Upacara pemakaman digelar pada Ahad pagi.
Pendukung pemimpin berkuasa Awami League menyambut gembira eksekusi tersebut. Mereka menggelar pesta di jalanan hingga membagikan permen pada anak-anak.
Pemerintah Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Wazed mengatakan momen ini adalah demi kepentingan Bangladesh.
Sementara partai oposisi Bangladesh Nationalist Party (BNP) menuduh Hasina memimpin pembunuhan bermotif politik tersebut. Keluarga kedua pemimpin oposisi itu mengatakan mereka mempertahankan ketidakbersalahan mereka hingga akhir.