REPUBLIKA.CO.ID, SKOPJE -- Ketegangan meningkat, Ahad (22/11), di perbatasan antara Makedonia dan Yunani, tempat lebih dari 1.000 migran dari berbagai negara di Timur Tengah, Asia, dan Afrika masih terdampar di lahan tak bertuan.
Selama beberapa hari belakangan, pasukan keamanan Makedonia hanya mengizinkan masuk pengungsi dari negara yang mengalami risiko keamanan, termasuk pengungsi dari Suriah, Irak, dan Afghanistan.
Pengungsi lain dikategorikan sebagai migran ekonomi dan disarankan pulang ke tanah air mereka. Namun, warga Pakistan, Sudan, Iran, Marokko, Bangladesh, dan banyak negara lain menuntut agar merekia diizinkan singgah dalam perjalanan mereka menuju Eropa Barat dan tak berencana kembali ke negara mereka.
Jumlah mereka semakin banyak. Banyak migran memegang spanduk "Kami tak mau pulang". Sebagian melancarkan mogok makan sebagai protes atau berbaring di rel kereta di bawah cuaca dingin untuk menghalangi layanan kereta antara Makedonia dan Yunani. Mereka menolak bantuan apa pun dari polisi atau organisasi kemanusiaan.
Media di Skopje melaporkan seorang migran yang menunggu di penyeberangan perbatasan berusaha bunuh diri dengan menggantung diri, tapi dicegah oleh pasukan keamanan Makedonia.
"Pulang ke mana? Kami tak mempunyai tempat untuk dituju. Kami dari Pakistan. Kami telah menunggu di sini selama lima hari. Kami telah menempuh perjalanan sangat jauh dan tak ada tempat kembali buat kami," kata seorang migran yang menunggu di tempat yang bernama Pint 59 di perbatasan Makedonia-Yunani.