Rabu 25 Nov 2015 14:20 WIB

Milisi Syiah Irak Berharap Kehadiran Putin

Rep: Gita Amanda/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Irak dan kelompok syiah bersenjata di kota Ramadi, Irak.
Foto: AP
Tentara Irak dan kelompok syiah bersenjata di kota Ramadi, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, Nadhim Kadhum memiliki dua keinginan saat ia sedang menjalani perawatan di rumah sakit Imam Hussein di Karbala.  Harapan pertama, ia dapat cepat pulih dari luka. Sementara harapan kedua Kadhum ingin Rusia menyerang sasaran militan di Irak, seperti di Suriah. "Jika Rusia dapat membantu, itu akan menjadi dukungan besar bagi kami," ujarnya.

Kadhum terkena tembakan di tulang panggulnya oleh penembak jitu Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) awal pekan lalu di dekat Baiji.

Berdiri disamping tempat tidurnya adalah saudaranya, Salim, yang juga seorang prajurit. Ia menggemakan harapan serupa. Amerika menurutnya tak berbuat cukup banyak untuk membantu pasukan Irak dalam memerangi ISIS.

Bahkan dalam beberapa kasus, serangan koalisi AS justru memukul orang tak bersalah. Rusia menurut mereka lebih baik. Salim mengutip pengalamannya pada Januari di Ramadi. Saat itu ia bersama sekitar 150 tentara dengan operator personel lapis baja. Namun mereka diperintahkan berhenti saat mengetahui ada pasukan ISIS di depan mereka.

"Kami menghubungi koalisi (pimpinan AS) dan menunjuk lokasi pasukan ISIS, sekitar 200 meter dari kami. Tapi AS malah memukul unit kami dan 36 orang terbunuh oleh serangan udara mereka," kata Salim.

Salim percaya serangan itu disengaja. Militer AS menurutnya sangat canggih, aneh menurutnya jika mereka meleset dalam menyerang.

Hal senada diungkapkan Hussein Obeid Musa (52 tahun). Musa yang menempati bangsal tetangga di rumah sakit yang sama mengatakan Rusia lebih serius menghadapi ISIS. "Rusia lebih serius dalam memerangi terorisme karena tujuan mereka untuk mengalahkannya," kata Musa.

Musa mengaku selamat tanpa cedera selama 30 tahun di militer Irak. Namun kini ia terluka setelah bom mortir ISIS mendarat di dekatnya. Bagian bawah kakinya harus diamputasi.

Sebuah cerita yang beredar di media sosial terkait intervensi Rusia di Suriah menyebut Putin sebagai keturunan Arab. Putin disebut-sebut memiliki nama asli Abdul Amir Abulteen. Arab umumnya menggunakan huruf "b" bukan "p". Putin diartikan dalam bahasa Arab sebagai ayah dari buah ara.

Menurut editor berita lokal di Karbala Taiseer Alasady intervensi Rusia di Suriah telah mendorong AS untuk beroperasi dengan baik di Irak. 

"Irak tak tertarik dalam konflik persaingan AS dan Rusia. Kami menginginkan perdamaian. Tapi serangan udara AS di sini memiliki dampak yang lebih karena Rusia mulai serangan udara di Suriah. Mereka (AS) tak serius sebelumnya, dan hanya membela kepentingan mereka sendiri," ujar Alasady.

 

 

sumber : middleeasteye.net
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement