REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA--Hubungan Turki dan Rusia memanas setelah jet tempur Ankara menembak jatuh pesawat perang Moskow di perbatasan Suriah, Selasa kemarin.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, akan ada konsekuensi atas tindakan Turki. Hubungan kedua negara, kata dia, pasti akan terganggu.
Sebaliknya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan, Turki berhak untuk mempertahankan perbatasannya. Turki tidak menargetkan negara tertentu terkait penembakan pesawat Rusia tersebut.
Baik Putin dan Erdogan merupakan sosok penting di masing-masing negara. Keduanya memiliki pendukung kuat, baik di pemerintahan maupun akar rumput. Terdapat sejumlah kesamaan pada kedua pemimpin tersebut.
Salah satunya, kedua pemimpin sama-sama merasakan kursi perdana menteri dan presiden. Putin menjabat sebagai presiden pada 2000-2008. Ia sempat menjadi perdana menteri pada 1999-2000 dan 2008-2012. Pada 2012 sampai saat ini ia kembali menjabat sebagai presiden.
Putin tidak bisa menjabat sebagai presiden secara terus menerus karena dibatasi aturan di konstitusi. Tapi, ia mengakalinya dengan menjabat sebagai perdana menteri.
Adapun Erdogan menjabat perdana menteri dari 2003 sampai 2014. Karena, sudah tiga kali menjabat ia tidak melanjutkan kekuasannya. Tapi, tokoh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) ini terpilih sebagai presiden Turki.
Berbeda dengan Rusia, jabatan presiden di Turki tidak terlalu kuat karena sifatnya simbolis. Hal inilah yang ingin diubah oleh Erdogan melalui perubahan konstitusi. Erdogan ingin posisi presiden diperkuat.