REPUBLIKA.CO.ID, MADAGASKAR -- Hiu martil (hammerhead shark) perlahan telah menuju ambang kepunahan. Spesies ini telah ditambahkan ke daftar undang-undang internasional untuk mencegah perdagangan spesies langka (CITES) pada 2013.
Namun, di negara seperti Madagaskar, daftar tersebut memiliki dampak terbatas.
"Sebagian besar konvensi yang ditandatangani di tingkat internasional tidak diberlakukan di tingkat nasional," kata Ambroise Brenier, yang bekerja di Wildlife Conservation Society (WCS) di Madagaskar.
Aime, seorang nelayan trasional penangkap hiu martil, mengaku tahu sirip mereka sangat berharga.
"Saya tidak tahu mengapa mereka ingin sirip, tapi saya tahu mereka menginginkan seratnya," kata Aime, yang baru saja menangkap hiu sepanjang 1,7 meter.
Dengan ukuran tersebut, ia akan mendapatkan 25 ribu ariary atau setara tujuh dolar AS.
Tak dipungkiri, popularitas sirip hiu telah ikut berkontribusi pada makin berkurangnya spesies ini. Serat ini mampu memberikan tekstur dan khasiat sup sirip ikan hiu, yang di Amerika bisa berharga ratusan dolar setiap mangkuknya. Sebuah tren di Asia pada 1980-an menyebabkan praktik kejam finning, memotong sirip hiu dan melemparkan mereka kembali ke laut.
Kini, ada semacam nafsu makan global terhadap daging hiu. Kuliner itu lazim disajikan di resto-resto di Australia dan beberapa negara Eropa.
Uni Eropa adalah pembeli terbesar. Selain itu, hiu juga diburu untuk mendapatkan minyak hati dan tujuan biomedis.
Baca juga: 6 Destinasi Ajaib Dunia yang Harus Dikunjungi dalam Hidup