Ahad 06 Dec 2015 03:49 WIB

Perusahaan Sosial Media Siapkan Langkah Lawan Propaganda Online

Tampak seorang pria sedang mengakses laman sosial media, Facebook.
Foto: EPA
Tampak seorang pria sedang mengakses laman sosial media, Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Facebook, Google, dan Twitter mengambil langkah-langkah mencegah propaganda online dan rekrutmen dari ISIS. Perusahaan internet tersebut namun melakukannya secara diam-diam untuk menghindari persepsi mereka menolong aparat terkait menjadi polisi dunia maya.

Pada Jumat, Facebook Inc menutup profil Facebook yang diduga milik penembak San Bernardino Tashfeen Malik. Satu hari sebelumnya, PM Prancis dan pejabat Uni Eropa bertemu terpisah dengan Facebook, Google, Twitter, dan perusahaan serupa meminta aksi lebih cepat dari tindakan terorisme online dan ujaran kebencian.

Perusahaan internet mendeskripsikan kebijakan mereka secara gamblang. Bahwa mereka melarang konten apapun yang bertentangan dengan jasa yang diberikan perusahaan internet. Serta dibutuhkan perintah pengadilan untuk menghilangkan atau memblokir apapun di luar itu. Meski siapa saja bisa melaporkan atau mengadukan konten agar diuji bahkan dihilangkan oleh perusahaan internet.

Kenyataannya namun lebih kompleks dari itu. Menurut mantan karyawan, Facebook, Google, dan Twitter khawatir jika mereka terbuka dengan kerjasama yang dilakukan dengan penegak hukum dunia barat, maka mereka akan menerima ribuan permintaan dari negara di seluruh dunia.

Mereka juga khawatir dicap sebagai alat pemerintah. Termasuk resah jika cara skrining diumumkan maka, militan yang paham teknologi justru akan mengetahui cara mengalahkan sistem mereka.

"Jika mereka sampai tahu bagai bisa memasukkan konten di newsfeed, maka spammers atau siapapun yang ingin mengambil keuntungan akan melakukan itu," ujar pakar keamanan yang pernah bekerja di Facebook dan Twitter, dikutip dari Reuters, Ahad (6/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement