Senin 07 Dec 2015 15:54 WIB

NATO tidak akan Kirim Pasukan Darat ke Suriah

Jens Stoltenberg
Foto: EPA/Olivier Hoslet
Jens Stoltenberg

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- NATO telah mengesampingkan pengiriman pasukan darat untuk memerangi ISIS di Suriah, Senin (7/12). Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan hal tersebut pada koran Swiss.

"Itu tidak ada dalam agenda koalisi dan sekutu NATO," katanya pada koran Tages-Anzeiger ketika ditanya tentang pengiriman pasukan darat untuk melengkapi serangan udara barat.

Stoltenberg menekankan kebutuhan untuk meningkatkan kekuatan lokal untuk mengatasi konflik. Menurutnya, AS telah membatasi jumlah pasukan khusus seiring dengan menguatkan pasukan lokal.

"Ini tidak mudah, tapi ini satu-satunya pilihan," kata dia.

Stoltenberg juga menegaskan konflik di Suriah bukan perang antara barat dan dunia Islam, tapi perlawanan terhadap ekstremisme dan terorisme.

"Muslim berada di garis depan dalam perang ini. Sebagian besar korban adalah Muslim dan sebagian besar yang memerangi ISIS adalah Muslim. Kami tidak bisa melepaskan perjuangan ini hanya pada mereka," kata dia.

Stoltenberg mengatakan NATO akan membantu Turki meningkatkan pertahanan udaranya. Aliansi segera mengadopsi paket tindakan untuk Turki sebelum natal. Ia juga menekankan perlunya meredakan kebuntuan dengan Rusia setelah insiden tembak jatuh jet oleh Turki.

"Sekarang, penting untuk meredakan situasi dan mengembangkan mekanisme pencegahan insiden serupa di masa depan," kata dia.

Stoltenberg menyeru Rusia untuk memainkan peran yang lebih konstruktif dalam memerangi ISIS. Selama ini, Barat menilai serangan Rusia cenderung mendukung rezim Presiden Suriah Bashar al Assad. "Kami melihat pembangunan signifikan militer Rusia di utara ke Mediterania. Di sana, kita perlu menghindari insiden serupa di Turki," kata Stoltenberg.

Baca juga:

Orang Tua Jatuh ke Sumur, Anak Cari Bantuan Sejauh 35 Km

Salah Ketik Presiden Xi Mundur, Empat Jurnalis Cina Diskors

Jerman Deportasi Warga Australia Usai Berperang Lawan ISIS

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement