REPUBLIKA.CO.ID, WEST PALM BEACH -- Kontraktor pertahanan menyatakan mereka meraih keuntungan dari meningkatnya konflik di Timur Tengah. Konflik secara tak langsung menyebabkan peningkatan permintaan alat pertahanan.
Seperti dilansir laman The Intercept, kontraktor pertahanan Raytheon, Oskosh, dan Lockheed Martin pekan ini bertemu di konferensi Credit Suisse di West Palm Beach. Di hadapan para investor mereka meyakinkan untuk mendapat 'keuntungan' lebih dari konflik di Timur Tengah.
(Baca: Suriah Kutuk Serangan Udara Pimpinan AS)
Wakil Presiden Eksekutif Lockheed Martin Bruce Tanner mengatakan pada peserta konferensi perusahaannya melihat 'manfaat tak langsung' dari perang di Suriah. Pernyataannya terkait pada keputusan militer Turki menembak jatuh pesawat perang Rusia.
Insiden tersebut, menurut Tunner, mempertinggi risiko militer Amerika Serikat melancarkan operasi di wilayah tersebut. Tunner juga menekankan, intervensi Rusia akan menyoroti kebutuhan akan permintaan jet F-22 dan F-35 dari Lockheed Martin.
(Baca: Suriah: Jet Tempur Koalisi AS Bombardir Kamp Militer)
Untuk produk sekali pakai, seperti roket, Tanner menambahkan ada peningkatan permintaan, termasuk permintaan dari Uni Emirat Arab dan Arab Saudi akibat perang di Yaman.
"Program kami juga didukung (dalam hal anggaran)," ujar Tanner.
Industri militer AS sedang berjuang menjaga persediaan rudal mereka. Menurut pejabat AS, dengan meningkatnya serangan terhadap berbagai sasaran di seluruh planet maka berkembang pula tuntutan dari berbagai pelanggar untuk membangun berbagai macam persenjataan rudal mereka.
(Baca: NATO tidak akan Kirim Pasukan Darat ke Suriah)
Para pejabat Pentagon mengatakan, pada November saja 3.271 amunisi ditembakkan. Sementara selama 16 bulan operasi udara melawan ISIS, sudah 32 ribu amunisi ditembakkan.