REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa (CEIRPP) bekerja sama dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menyelenggarakan konferensi internasional tentang permasalahan Yerusalem di Hotel Bororbudur, Jakarta, 14-15 Desember 2015. Tema yang dibahas tahun ini adalah “Menyikapi masa kini dan membentuk masa depan Yerusalem”.
Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia Hasan Kleib mengatakan, pertemuan seperti ini untuk pertama kalinya telah diadakan di Turki tahun lalu. Kebetulan, kata dia, Indonesia adalah salah satu anggota komite Palestina PBB. Keanggotaan ini membuat Indonesia medapat tawaran menjadi tuan rumah forum Yerusalem.
‘’Pemerintah Indonesia menerima tawaran sekretariat PBB untuk menjadi tuan rumah pertemuan Yerusalem tahun ini,’’ ujarnya saat konferensi pers, di Jakarta, Selasa (8/12).
Acara pembukaan dimulai pada Senin (14/12) pukul 09.00 WIB di Hotel Borobudur. Konferensi ini akan dihadiri pejabat senior, baik duta besar, anggota tetap komite Palestina PBB maupun negara peninjau komite internasional. Tak hanya itu, perwakilan OKI, organisasi nonpemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga akademisi ikut menghadiri acara ini.
‘’Menteri luar negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi dijadwalkan akan membuka konferesi tersebut. Selain itu, sekretaris jenderal OKI hingga menlu Palestina rencananya akan hadir,’’ ujarnya.
Kemudian pada Selasa (15/12), pembicara internasional, Palestina, dan Israel akan mendiskusikan situasi Yerusalem terkini, cara meningkatkan upaya internasional untuk menghentikan tindakan permukiman ilegal Israel, hingga jalan keluar yang memungkinkan untuk Yerusalem dan penduduknya. Pihaknya memperkirakan sebanyak perwakilan dari 25 negara akan menghadiri kegiatan ini.
Direktur Interim Pusat Informasi PBB Vlastimil Samek mengatakan, pembicara dari PBB, Palestina, Indonesia, dan LSM setempat akan mengemukakan masalah utama konflik Israel-Palestina.
‘’Diantaranya perbatasan, pengungsi, Yerusalem, air, penempatan paksa termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dihadapi masyarakat Palestina,’’ ujarnya.