Selasa 08 Dec 2015 18:16 WIB

Ketika Irak, Iran, Suriah dan Rusia Ramai-Ramai Serang Turki

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: Kremlin Pool Photo via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Ditembak jatuhnya pesawat Rusia oleh Turki berbuntut panjang. Turki pun harus menghadapi tekanan tidak hanya dari Rusia namun juga negara tetangga mereka yang seporos dengan Moskow. 

Setali tiga uang, Irak, Iran dan Suriah menyerang Turki. Salah satu isu yang mengerucut yakni transaksi minyak ISIS dengan pejabat Turki.

Isu ini pertama kali disampaikan oleh Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan kerabatnya terlibat penjualan minyak dengan pemberontak. Rusia pun memberikan sejumlah bukti, termasuk peta jalur distribusi minyak.

Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi mengatakan, Turki harus menghentikan masuknya teroris ke Suriah dan Irak. Tak hanya itu, mereka juga harus menghentikan penyelundupan minyak dari Suriah dan Irak serta mendanai Daesh (ISIS).

"Kita harus menghentikan aliran teroris yang masuk dari Turki ke Suriah dan Irak," ujarnya seperti dikutip RT, Selasa (8/12).  Baru-baru ini Irak juga mempermasalahkan pasukan Turki yang berada di negara mereka.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Hossein Jaber Ansari dalam pernyataan pada 4 Desember lalu menuduh Turki mendukung teroris di Irak dan Suriah. Media Iran dilaporkan juga menyebut Ankara terlibat dalam penjualan minyak dengan ISIS.

Sementara Suriah telah lebih dahulu mengecam Turki. Irak, Iran, Suriah dan Rusia terlibat bersama dalam pertukaran informasi terkait dengan perlawanan terhadap ISIS. Mereka merupakan poros berbeda dengan koalisi anti-ISIS pimpinan AS.

Pemerintah Turki membantah segala tudingan keterlibatan penjualan minyak dengan ISIS. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut tuduhan Rusia fitnah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement