REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi akan menjadi tuan rumah pertemuan tiga hari kelompok oposisi Suriah di Riyadh. Saudi mencoba menyatukan sikap oposisi sebelum perundingan damai yang diinisiasi negara berpengaruh.
Seperti dilansir Aljazirah, Selasa (8/12), ada kebutuhan bagi kelompok oposisi berbicara dalam satu suara dan menyajikan visi bersama untuk masa depan Suriah.
Namun ada duri dalam pertemuan, saat Saudi memutuskan tak mengundang Partai Persatuan Demokratik Kurdi (PYD) dan sayap bersenjatanya YPG. Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang menjadi sekutunya juga belum diundang.
Sebaliknya ketiga kelompok itu akan mengadakan pertemuan sendiri secara terpisah di Provinsi Hasakah, timur laut Suriah. Pertemuan di Saudi muncul di tengah upaya-upaya internasional untuk memulai kembali perundingan damai dengan Pemerintah Suriah. Ada kebutuhan menyepakati delegasi untuk mewakili oposisi.
Kekuatan global dan regional baru-baru ini bertemu di Wina dan menyetujui peluncuran perundingan damai dan proses politik. Tapi tak ada kesepakatan atas peran Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam proses tersebut.
"Mayoritas oposisi percaya Assad merupakan bagian dari masalah. Tak bisa menjadi solusi kecuali ia mundur," kata Louay Safi yang merupakan anggota delegasi oposisi yang menghadiri konferensi perdamaian pertama di Jenewa.
Safi akan menghadiri pertemuan di Saudi tapi dia tak lagi menjadi anggota dari oposisi politik utama di pengasingan, Koalisi Nasional Suriah. Koalisi akan mengirimkan delegasi ke Riyadh dari National Coordination Committee for Democratic Change.
Salah satu kelompok militan paling kuat, Front al-Nusra juga tak akan hadir di Riyadh. Mereka telah terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan PBB.