REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kelompok oposisi dan faksi-faksi pemberontak Suriah memulai pembicaraan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh pada Rabu (9/12).
Pertemuan ini merupakan upaya membentuk kesatuan untuk mengajukan negosiasi damai dengan pemerintah Bashar Al Assad.
Pertemuan tersebut berlangsung di bawah naungan Arab Saudi yang merupakan pendukung utama dari blok oposisi yang mendorong pemecatan Assad. Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al Jubeir berharap para kelompok yang hadir berhasil menelurkan suatu kesepakatan.
Para kelompok yang terbiasa berseteru ini diharap bisa menciptakan sebuah naskah berisi solusi politik untuk mengatasi krisis. Termasuk siapa yang harus mengajukannya dalam pembicaraan dengan pemerintah Assad.
Bulan lalu, sekitar 20 negara sepakat sebuah rencana damai harus diselesaikan pada 1 Januari 2016. Artinya, Damaskus dan kelompok-kelompok oposisi harus memulai negosiasi.
Namun, kesepakatan tampaknya sulit dicapai. Pasalnya, beberapa waktu lalu, salah satu faksi pemberontak paling kuat Ahrar al Sham mengatakan kompromi untuk masa depan Suriah masih jauh dari jangkauan.
Kelompok ultrakonservatif ini keberatan untuk menghadiri pertemuan meski akhirnya hadir juga. Mereka mengklaim pihak yang hadir lebih dekat pada rezim Suriah daripada revolusi. "(Selain itu) pertemuan tersebut juga kurang perwakilan dari sejumlah kelompok yang membuatnya jadi tidak proporsional," katanya.
Ahrar al Sham menegaskan mereka menolak pertemuan apa pun di masa depan yang tidak sesuai dengan prinsip mereka. Kelompok ini bersumpah untuk memegang teguh identitas Islam orang-orang mereka seperti prinsip agama ortodoks.
Baca juga:
Jenderal Polisi Thailand Minta Suaka Politik di Australia
Bebas dari Penjara di Lombok, Pedofil Australia Ditahan Thailand
Dubes Indonesia Sesalkan Komentar Tony Abbott tentang Islam