REPUBLIKA.CO.ID, LIMA -- Siapa sangka, perempuan 46 tahun yang menjual roti di jalanan Lima, Peru ternyata menyimpan cerita kelam. Sabina Huillca kini harus menerima perawatan untuk kanker ovarium, mungkin karena operasi paksaan yang dialaminya di masa lalu.
Ia adalah salah satu korban operasi sterilisasi paksa yang menjadi bagian dari program pemerintah menekan angka kelahiran. "Hidup saya berubah selamanya sejak satu hari di tahun 1996," kata dia pada BBC.
Dua puluh tahun lalu, mimpi buruk menghampirinya setelah melahirkan anak keempat. Ia tinggal di desa Huayllacocha, Andes, empat jam perjalanan dari ibu kota provinsi, Cuzco. Seorang dokter menyarankan Huillda untuk mengunjungi klinik kesehatan di kota Izcuchaca.
"Seorang perawat mengikat kaki dan tangan saya. Saya minta mereka membawakan anak saya, tapi mereka malah membius saya," kata Huillda. Ketika terbangun, ia sadar ia telah disterilisasi, tidak bisa hamil lagi.
Saat itu, program keluarga berencana terdengar mengerikan bagi warga Peru. Sejak diluncurkan pada 1996 oleh Presiden Alberto Fujimori, program ini telah merenggut kesuburan ribuan perempuan secara paksa tanpa persetujuan mereka.
Baca: Dubes Indonesia Sesalkan Komentar Tony Abbott tentang Islam