REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Aksi penembakan massal terbaru di San Bernadino, California dan serangan teror Paris, memercikkan peningkatan sentimen anti-Islam di Amerika Serikat. Muslim dari sejumlah wilayah di Negeri Paman Sam itu mendapat perlakuan diskriminatif dalam beberapa waktu terakhir.
Seperti dilansir laman The Guardian, di California, Sabtu (12/12), FBI sedang menyelidiki kebakaran sebuah masjid di Riverside. Pihak berwenang mengatakan, insiden tersebut disengaja.
Kebakaran terjadi di pintu masuk Islamic Center Palm Springs, Jumat (11/12) sore. Meski tidak ada yang terluka, namun anggota Kongers lokal Paul Ruiz meminta insiden ini diselidiki sebagai kejahatan kebencian.
Di Georgia kejadian serupa juga terjadi. Seorang bocah Muslim berusia 13 tahun ditanya gurunya apakah ia membawa bom di ranselnya. Alasannya, anak tersebut beragama Islam dan mengenakan jilbab.
Gadis itu mengatakan, pertanyaan gurunya tersebut sangat tak sopan. Ayahnya, Abdirizak Aden, mengatakan putrinya seperti telah diasingkan.
"Kami Muslim, kami hidup di AS, saya tak mengajarkan anak saya membenci orang lain," katanya.
Juru bicara sekolah umum Gwinnett di pinggiran Atlanta mengkonfirmasi insiden itu. Ia mengatakan pernyataan guru tersebut tak pantas. Tapi ia berkilah guru tersebut mengatakan tak berniat jahat atas pertanyaan itu. Meski demikian, kepala sekolah telah meminta maaf kepada keluarga.
Pada Sabtu, juru bicara Council on American-Islamic Relations (Cair), Ibrahim Hooper mengatakan insiden Gwinnett merupakan indikasi meningkatnya prasangka terhadap Muslim di AS. Sentimen tersebut didorong pernyataan inflamasi oleh politisi.
"Ini jelas gejala meningkatnya sentimen anti-Muslim di masyarakat kita. Saat kita mendapati stereotip kasual dan komentar fanatik terhadap Muslim Amerika, pada orang muda khususnya, sangat merusak," ujar Hooper.