REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Baku-tembak artileri sengit dan ledakan mengguncang beberapa provinsi di Yaman Selatan pada Senin (14/12). Pertempuran antara anggota kelompok Syiah Al-Houthi dan tentara Pemerintah Yaman, dukungan Arab Saudi, berlangsung selama beberapa jam.
Pertempuran tersebut berkecamuk sebelum berlakunya gencatan senjata yang diusulkan, kata beberapa pejabat militer.
Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang diakui masyarakat internasional, memberitahu PBB dan komando koalisi pimpinan Arab Saudi ia berencana mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan tujuh hari yang diperpanjang pada 15 Desember. Hal itu berbarengan dengan pembicaraan perdamaian yang difasilitasi PBB di Swiss.
Hadi menyatakan gencatan senjata kemanusiaan tersebut akan diperpanjang jika anggota Al-Houthi dan sekutu mereka mencabut pengepungan terhadap Taiz, kota terbesar ketiga di Yaman, membebaskan tahanan dan mengakhiri aksi militer.
Menurut pejabat lokal Yaman, kedua pihak yang berperang akan menghentikan pertempuran pada tengah malam waktu setempat (04.00 WIB), tapi pertempuran sengit yang berkecamuk telah membuat banyak orang bertanya-tanya apakah gencatan senjata itu akan berhasil.
Pada Senin pagi, pasukan pro-Houthi menembakkan serangkaian roket yang ditujukan ke perbatasan Arab Saudi dan barak pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi di dekat Selat Bab Al-Mandeb di Laut Merah.
Koalisi pimpinan Arab Saudi pada Senin secara resmi mengumumkan komandan Pasukan Khusus Arab Saudi di Yaman Kolonel Abdullah As-Sehyan, bersama seorang perwira Uni Emirat Arab gugur selama ikut dalam pertempuran yang membebaskan Provinsi Taiz.
"Setelah terbunuhnya Komandan Pasukan Khusus Arab Saudi oleh satu rudal yang ditembakkan oleh anggota Al-Houthi, sulit untuk menyaksikan gencatan senjata Yaman berlangsung malam ini," kata Najeeb Ahmed, ahli politik yang berpusat di Aden.
Baca juga:
Peristiwa Unik Januari 2015: Mulai dari Tahanan Muslim Berjenggot Hingga Makam Ratu Firaun
Ular Piton Tertangkap Kamera Menelan Burung Beo