REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Kabut asap di kota metropolitan Shanghai, Cina mencapai tingkat tertinggi pada tahun ini, Selasa (15/12). Sekolah-sekolah terpaksa melarang aktivitas luar ruangan dan otoritas membatasi pekerjaan di situs konstruksi juga pabrik.
Pekan lalu, tingkat polusi berbahaya di Beijing membuat pemerintah mengeluarkan peringatan merah. Artinya, kendaraan dilarang bepergian, kelas-kelas dibatalkan dan kendaraan berat tidak boleh beroperasi.
Kabut asap parah di Shanghai kali ini terjadi sehari sebelum penyelenggaraan Konferensi Internet Dunia. Presiden Cina, Xi Jinping dijadwalkan memberikan pidato pada acara tersebut. Negara-negara dengan industri teknologi besar seperti Rusia dan Pakistan juga dijadwalkan hadir.
Pada Selasa, kabut asap turun dan membatasi penglihatan. Indeks kualitas udara kota berada di atas 300 yang berarti berbahaya dan mengancam kesehatan dalam jangka panjang. Menurut data Departemen Negara AS, level PM 2,5 yang merupakan polutan kecil berbahaya mencapai 281, tertinggi sejak Januari.
Pakar kesehatan mengatakan partikel PM 2,5 ini adalah penyebab utama asma dan penyakit pernafasan. "Karena kabut asap, anak saya sering sakit, pilek dan batuk," kata seorang ibu di Shanghai, Valen Wang. Menurutnya, kondisi udara di sana semakin buruk.
Kabut asap ini membuat otoritas mengeluarkan peringatan kuning, level peringatan tertinggi ketiga. Pemerintah menyarankan manula, anak kecil dan penduduk yang sakit untuk tetap di rumah, menghindari aktivitas luar dan tetap menutup jendela.
Polusi Cina juga telah menyebabkan penyakit sakit kepala di hampir semua orang Cina. Selain itu, banyak sungai dan danau dipenuhi sampah juga bahan metal berat. Udara buruk kadang menyebabkan penundaan penerbangan.
Baca juga:
3 Syarat Rusia untuk Perbaiki Hubungan dengan Turki
34 Negara Islam Bentuk Aliansi Militer, Zonder Iran
5 Misteri di Balik Penyanderaan Lindt Cafe Sydney