REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra beranggapan dialog antara pemimpin Muslim dan Yahudi dapat meningkatkan rasa saling menghormati berdasarkan kepentingan bersama untuk menciptakan perdamaian Palestina-Israel.
"Harus juga ada dialog di kalangan akademisi dan pegiat perdamaian dari kedua negara untuk menekan para pemimpin politik agar berkomitmen pada perdamaian, bukan kekerasan," tutur Azyumardi Azra dalam "Konferensi Internasional tentang Yerusalem" di Jakarta, Selasa.
Sebagai negara yang mendukung perjuangan rakyat Palestina mencapai kemerdekaan dan kedaulatan sejati, Indonesia melalui dua organisasi Islam terbesar yaitu NU dan Muhammadiyah telah mengundang ulama Palestina untuk bergabung dalam dialog atau konferensi antarkeyakinan.
Pemerintah Indonesia memfasilitasi sebuah dialog antara kelompok-kelompok Palestina yang berselisih seperti Fatah dan Hamas. Kegiatan serupa juga dilakukan olehpara pegiat dan akademisi Indonesia yang berpartisipasi menyuarakan perdamaian di Israel melalui konferensi, kuliah umum, dan kemah perdamaian.
Tradisi pluralisme dan multikulturalisme yang dimiliki Indonesia, menurut Azyumardi, menjadi sebuah aset yang bisa "dijual" dalam forum internasional dengan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan titik temu umat berbagai agama dengan masyarakat majemuk.
Selain itu, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia bisa memperkenalkan konsep Islam moderat dan "wasatiyyah" atau Islam jalan tengah yang memiliki tradisi inklusivitas kuat, toleransi, dan hidup berdampingan dengan penganut agama lain.
Dengan nilai-nilai positif tersebut, Indonesia dapat membantu penguatan hubungan antara penganut Muslim Palestina dan Yahudi Israel yang selama puluhan tahun terlibat dalam konflik politik yang kemudian berkembang menjadi konflik agama. "Kalangan moderat dari kedua negara harus memainkan peran lebih besar dalam penciptaan perdamaian antara Palestina dan Israel," kata Azyumardi.