REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Mahkamah Agung Jepang memutuskan, Rabu (16/12), pasangan yang sudah menikah harus memiliki nama keluarga yang sama. Ini menyusul gugatan kesetaraan dalam memilih nama.
Memang hukum Jepang tidak mengatakan pasangan harus merelakan namanya dalam pernikahan. Tetapi dalam praktiknya, hampir selalu perempuan yang mengambil nama suami. Beberapa perempuan mengatakan itu tidak adil dan mereka merasa seolah-olah identitas mereka hilang.
Dalam pernikahan tradisional, satu orang, biasanya perempuan, memasuki rumah tangga pasangan tersebut dan terdaftar sebagai anggota rumah tangga laki-laki. Pria dipandang lebih kuat dalam budaya tradisional Jepang.
Tapi perempuan semakin memiliki karir sehingga beberapa pihak berpendapat mengubah nama keluarga membingungkan. Beberapa terus menggunakan nama gadis mereka, bahkan setelah nama keluarga mereka secara hukum berubah setelah menikah. Yang lebih ekstrem, beberapa pasangan tidak mendaftarkan pernikahan mereka.
Menghadapi putusan Mahkamah Agung, salah satu penggugat Kaori Oguni mengaku ia sangat kecewa. "Ini memiliki konsekuensi untuk masa depan, yang berarti penderitaan bagi mereka yang berencana untuk menikah dan mereka yang ditetapkan untuk dilahirkan," katanya dalam konferensi pers.
Baca juga:
Cara Jalan Putin Dinilai Aneh, Ini Penjelasan Ilmuwan
Kaleidoskop April 2015: Pria Selamat Setelah 3 Hari Terkubur, Nenek 65 Tahun Hamil Kembar Empat
Bagaimana Rasanya Menjadi Muslim di Pedalaman Australia?