REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR -- Para pakar satwa liar mempersalahkan perubahan iklim dan pembangunan perkotaan yang serampangan sebagai faktor berkurang drastisnya jumlah burung. Mereka mengatakan, beberapa tahun belakangan jumlah burung yang tiba di Kashmir setelah bermigrasi dari Eropa Utara dan Jepang sangat sedikit.
Burung berwarna-warni seperti whooper swan, stiff-tailed duck, dan cotton teal belum terlihat di daerah tersebut selama beberapa tahun terakhir. Sebuah studi ilmiah yang dilakukan mantan pengawas binatang liar Mohammed Shafi Bacha menghitung hanya tertinggal 18 dari 28 spesies yang biasa bermigrasi tiga dekade lalu.
"Angka-angka burung telah berfluktuasi selama bertahun-tahun, tapi sekarang ada penurunan yang stabil," kata Bacha.
Sementara, penghitungan resmi pihak berwenang menunjukkan, selama musim dingin tahun 2009 hingga 2010, lebih dari satu juta burung mengunjungi lahan basah Kashmir. Tahun lalu, mereka menghitung lebih dari setengah jumlah tersebut.
Sejumlah faktor yang diduga menyebabkan hal itu antara lain pembangunan tak terkendali, melimpahnya sampah, dan iklim Himalaya yang berubah-ubah. Bacha menyerukan upaya mendesak dan besar untuk menghidupkan kembali cadangan lahan basah ini untuk melindungi burung-burung.
Para ilmuwan mengatakan atmosfer bumi sudah menghangat rata-rata 0,7 derajat Celsius pada abad terakhir, akibat pelepasan gas rumah kaca yang memerangkap panas seperti karbon dioksida. Tapi suhu meningkat lebih cepat di tempat yang tinggi seperti Himalaya.
Suhu Kashmir sendiri telah menjadi lebih hangat 1,3 derajat Celsius pada abad lalu. Hal itu membuat pola musim bergeser dan lebih sering turun hujan alih-alih salju.