REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Amnesti Internasional melaporkan, setidaknya 200 warga sipil tewas dalam serangan udara Rusia di Suriah dalam dua bulan terakhir,
Dari 30 September sampai akhir November 2015, Amnesti mengaku telah meneliti lebih dari 25 serangan Rusia yang berlangsung di Homs, Hama, Idlib, Latakia, dan Aleppo. Amnesti mewawancarai saksi melalui telepon atau dari internet terkait serangan.
‘’Dan kami memiliki bukti audio dan video, serta informasi dari para ahli senjata,’’ kata Amnesti seperti dikutip dari laman BBC, Kamis (24/12).
Kelompok internasional itu menambahkan, ada bukti bahwa militer Rusia tidak sah melancarkan serangan bom di daerah padat penduduk. Amnesti menyebutkan ada enam serangan yang masing-masing menyebabkan puluhan korban sipil tewas, tetapi tidak ada target militer yang jelas di dekatnya.
‘’Pada 29 November, sedikitnya satu pesawat perang Rusia menembakkan tiga rudal ke pasar yang sibuk di Ariha, di Provinsi Idlib,’’ ujar Amnesti.
Sebuah kelompok aktivis setempat mengatakan total 49 warga sipil dibunuh atau hilang dan dikhawatirkan tewas. Amnesti internasional mengutip pernyataan aktivis, Mohammed al-Ghazal Qurabi bahwa, tidak ada yang aneh saat itu.
Serangan itu berlangsung pada Ahad dan saat masyarakat membeli barang. "Pertama ada ledakan keras segera diikuti oleh kejutan. Hanya dalam beberapa saat, orang-orang berteriak, bau terbakar di udara, dan ada hanya kekacauan,’’ ujarnya.
Dia mengakui, kelompok bersenjata Jaysh al-Fateh mengendalikan daerah tersebut, tetapi tidak ada berada di sana saat itu. "Beberapa serangan udara Rusia tampaknya menyerang warga sipil dengan menghantam daerah pemukiman tanpa target militer jelas bahkan fasilitas medis yang mengakibatkan kematian dan luka-luka warga sipil," kata pejabat Amnesti Philip Luther.
Amnesti menilai serangan tersebut dapat dikategorikan kejahatan perang. Lebih dari 250.000 orang diyakini telah tewas dan jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak konflik dimulai di Suriah pada Maret 2011.