REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Umat Nasrani sedunia bersuka cita merayakan Hari Natal sebagai momentum untuk berkumpul bersama sanak keluarga dalam keadaan damai. Namun, tidak semua merasakan hal yang sama.
Para pemeluk Nasrani di Bethlehem harus merasakan perayaan Natal dalam bayang-bayang konflik Israel-Palestina. Kendati demikian, sejak Kamis (24/12) malam waktu setempat, umat Nasrani dari penjuru dunia tetap saja datang ke kota yang diklaim sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus itu. Demikian dilaporkan The Monitor, Jumat (25/12).
Hanya saja, jumlah pengunjung dilaporkan tak begitu banyak. Terbukti, mayoritas hotel masih lengang hingga Jumat (25/12), sebagai puncak Hari Natal. Bahkan, perayaan Kristiani di sejumlah titik terpaksa dibatalkan, kecuali satu festival Natal tahunan yang biasa digelar di Alun-alun Manger, Bethlehem. Pengunjung mengaku masih diselimuti kekhawatiran akan tensi konflik.
"Ada panggung, ada arak-arak bernyanyi, tapi tetap saja itu berlangsung dalam tensi akan terjadinya (insiden)," kata Paul Haines, Jumat (25/12).
Haines mengaku jauh-jauh datang ke Bethlehem dari Inggris melewati Roma, Italia, sejak empat bulan lalu. Dalam tiga bulan terakhir, Bethlehem menjadi titik konflik antara pasukan Israel dan pejuang Palestina. Umat Nasrani sipil pun "terjebak" di tengah dua pihak tersebut.
Pada malam Natal, Kamis (24/12), situasi di Bethlehem terpantau tenang, meskipun sejumlah titik di wilayah Tepi Barat masih diwarnai konflik. Dilaporkan, sebanyak tiga pemuda Palestina ditembak mati polisi Israel, sedangkan dua personil keamanan Israel mengalami luka.
Senada dengan Paul Haines, Lisette Rossman (22) menyayangkan konflik yang kerap mewarnai Tepi Barat. Pelajar asal Albuquerque, New Mexico, itu mengakui kondisi keamanan membuatnya sempat berpikir dua kali sebelum meninggalkan Tanah Airnya untuk menuju Bethlehem.
Namun, Rossman sudah bertekad bulat untuk menghabiskan Malam Natal di Bethlehem. "Ini adalah impianku untuk (merayakan Natal) di sini," kata dia.
Sejumlah aktivis membuat pohon Natal dengan ornamen yang tak biasa guna memprotes pendudukan Israel atas Palestina. Sebuah pohon zaitun dipajang di Alun-alun Manger, Bethlehem, lengkap dengan kawat berduri untuk menggantikan lampu hias sebagaimana pohon Natal biasa.
Dekorasi pernak-pernik diganti dengan tabung gas air mata, sebagai simbol dominasi kekerasan. Ada pula foto-foto yang memuat gambar warga Palestina yang tewas atau sedang ditahan pasukan Israel.
"Kami di Bethlehem merayakan Natal, hari kelahiran Yesus Kristus. Ini (Bethlehem) adalah tempat kelahiran sang Raja Kedamaian. Jadi yang kita inginkan hanyalah kedamaian," kata Menteri Pariwisata Palestina, Rula Maayah Jumat (25/12).
Sejak September lalu, konflik sudah menelan nyawa 124 warga Palestina dan 20 orang Israel. Seratusan warga Palestina itu kebanyakan meninggal diterjang peluru pasukan Israel.