Sabtu 26 Dec 2015 12:32 WIB

Pemimpin Pemberontak Suriah Terbunuh

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ilham
Pemimpin gerilyawan di Damaskus, Suriah, Zahran Alloush
Foto: New York Times
Pemimpin gerilyawan di Damaskus, Suriah, Zahran Alloush

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Seorang pemimpin pemberontak Suriah dan kepala kelompok pemberontak paling kuat di pinggiran timur Damaskus tewas dalam serangan udara. Klaim tentang pelaku serangan masih saling bertentangan.

Seperti diberitakan laman Al Jazeera, Jumat (25/12), Zahran Alloush (44 tahun), kepala Jaysh al Islam tewas bersama lima komandan lainnya dalam serangan udara, Jumat (25/12). Serangan itu menargetkan kubu pemberontak Ghouta Timur.

Kematian Alloush adalah pukulan besar bagi oposisi Suriah mengingat kepemimpinannya terhadap 20 ribu pasukan pemberontak bersenjata. Sebagai pemimpin, Alloush dianggap seorang pengkhutbah Salafi karismatik yang mendapat dukungan dari Arab Saudi.

Ia juga dituduh terlibat dalam penculikan seorang aktivis hak asasi manusia Suriah Razan Zaytouneh. Untuk mengisi kepemimpinan, Abu Hammam Bouwaidani dinobatkan sebagai penerus Alloush.

Pemerintah Suriah mengaku bertanggung jawab atas operasi yang menewaskan Alloush tersebut. Namun beberapa sumber mengatakan, jet tempur Rusia lah yang bertanggung jawab.

Sumber pemberontak mengatakan, dalam serangan pesawat, Rusia menembakkan sediktnya 10 rudal ke markas rahasia kelompok yang merupakan faksi pemebrontak terbesar di daerah itu.

Direktur Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Rami Abdul Rahman mengatakan, Ghouta Timur menjadi sasaran serangan udara Rusia pada Jumat. Jet Rusia menyerang sebuah rumah sakit bersalin di Azaz, provinsi Aleppo yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai beberapa orang lainnya.

"Kesyahidan Alloush harus menjadi titik balik dalam sejarah revolusi dan kelmpok pemberontak harus menyadari bahwa mereka menghadapi perang permusuhan dan mencabut rezim (Presiden Rusia Vladimir) Putin," kata tokoh senior kelompok pemberontak Ahrar al-Sham Labib al Nahhas.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement