REPUBLIKA.CO.ID, ALJIERS -- Aljazair pada Senin (4/1) mendesak Iran dan Arab Saudi menahan diri, dan mengatakan Aljazair prihatin dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara tersebut.
"Aljazair mendesak para pemimpin politik kedua negara agar memperlihatkan penahanan diri guna menghindari makin buruknya situasi, sehingga akan menimbulkan dampak negatif dan serius secara bilateral serta regional, di tengah keamanan yang goyah dan konteks geopolitik," kata Kementerian Luar Negeri Aljaziar dalam satu pernyataan, yang dilaporkan oleh kantor berita APS.
(Baca: 'Pemutusan Hubungan Saudi-Iran tak Pengaruhi Perdamaian Suriah')
Sumber tersebut juga mengatakan Aljazair menyeru kedua negara agar menempatkan komitmen mereka untuk melayani nilai abadi dan ajalaran Islam yang menyatukan, terutama ketika sampai pada pengorbanan nyawa manusia dan tak dapat diterimanya bentrokan pembunuhan saudara.
Pada Ahad (3/1), Riyadh mengumumkan pemutusan hubungan dengan Teheran, setelah beberapa hari peningkatan ketegangan antara kedua negara. Pekan lalu Arab Saudi menghukum mati Baqer (Nimr) An-Nimr (56 tahun), tokoh Syiah terkenal yang diketahui menjadi penentang terbuka Pemerintah Arab Saudi.
(Baca: Rusia Siap Jadi Penengah Saudi dan Iran)
Eksekusi mati itu memicu beberapa gerakan protes di beberapa negara, seperti Iran, Lebanon, Bahrain dan Pakistan. Amerika Serikat juga merasa prihatin mengenai perlunya bagi Arab Saudi dan Iran untuk meredakan situasi di Timur Tengah, setelah ketegangan diplomatik antara kedua negara tersebut, kata Gedung Putih, Senin (4/1).
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Pilot Jepang Lakukan Kamikaze Pertama