Ahad 10 Jan 2016 14:37 WIB

Sakit Perut, Penyebab Kematian Manusia Es Oetzi

Rep: C38/ Red: Winda Destiana Putri
Replika manusia es Oetzi dipamerkan dalam pameran 'Oetzi 2.0' di museum arkeologi, Muenchen, Jerman, Februari 2014.
Foto: EPA/Sven Hoppe
Replika manusia es Oetzi dipamerkan dalam pameran 'Oetzi 2.0' di museum arkeologi, Muenchen, Jerman, Februari 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pada tahun 1991 silam, manusia es Oetzi ditemukan membeku di Alpen oleh dua wisatawan Jerman.

Jasad berusia 5300 tahun itu segera dianalisis dengan berbagai cara dan menjadi subyek sekian banyak publikasi ilmiah. Kini, para ilmuwan antusias menguak penyebab kematiannya.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science, manusia es Oetzi diperkirakan menemui ajalnya lantaran sakit perut hebat.

Kesimpulan itu didapat setelah sekelompok ilmuwan internasional merekonstruksi genom bakteri Helicobacter pylori, atau H. pylori dari sisa-sisa makanan yang ditemukan di perut manusia es yang membeku tersebut.

Hasilnya, para ilmuwan tidak hanya dapat membuktikan keberadaan H. pylori dalam saluran pencernaan manusia es, tetapi juga menemukan indikasi bahwa sistem kekebalan tubuh sebenarnya sudah bereaksi terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

"Kami menyaksikan keberadaan suatu jenis protein yang kami lihat hari ini pada pasien yang terinfeksi Helicobacter," kata Frank Maixner dari European Academy of Bozen/Bolzano (EURAC), dilansir dari Science Focus, Ahad (10/1). Temuan ini memberi petunjuk bahwa manusia es mungkin memang telah menderita tukak lambung.

Yang menakjubkan, para peneliti tidak hanya menemukan patogen dari salah satu penyakit perut paling umum saat ini, tapi juga asal-usul penyakit si manusia es.

"Kami telah berasumsi kita akan menemukan varian bakteri Helicobacter pada Oetzi sama seperti yang ditemukan di Eropa saat ini. Ternyata, itu varian bakteri yang banyak ditemukan di Asia Tengah dan Asia Selatan hari ini," jelas Thomas Rattei dari Universitas Wina.

Pada zaman sekarang, varian bakteri H. pylori di Eropa dianggap sebagai hasil hibrida antara varian bakteri di Asia kuno dan Afrika. Para ilmuwan berasumsi, migran Neolitik membawa membawa varian ini ketika mereka pertama kali tiba di Eropa. Tapi, hal itu menjadi agak meragukan lantaran manusia es Oetzi masih membawa varian bakteri asli Asia.

Seperti diketahui, bakteri H. Pilory dengan mudah menyebar di antara anggota keluarga melalui air liur, muntahan, atau tinja. Evolusi genetik bakteri ini berkaitan erat dengan sejarah manusia. Itulah mengapa para ilmuwan hari ini menggunakannya untuk melacak rute migrasi manusia.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement