REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Pasukan keamanan di Burkina Faso berhasil merebut kembali sebuah hotel di ibu kota Ouagadougou dari tangan militan Alqaeda di Maghreb Islam (AQIM), pada Sabtu (16/1).
Dalam serangan yang dilakukan Jumat (15/1), aliansi pemerintah Barat melawan kelompok ini. Serangan ini, polanya seperti insiden di sebuah hotel mewah di ibu kota Mali, Bamako November 2015 lalu. Saat itu 20 orang tewas, termasuk warga Rusia, Cina, dan Amerika Serikat (AS).
Presiden Burkina Faso Roch Marc Kristen Kabore mengatakan, 28 orang tewas di dalam 146 kamar Splendid Hotel, di restoran Cappuccino di seberang jalan, dan di hotel terdekat lokasi serangan, Hotel Yibi.
Berbicara di televisi, Kabore mengatakan, 156 sandera telah dibebaskan oleh operasi keamanan setelah merebut kembali tempat itu. Sekitar 50 warga sipil terluka. Empat anggota pasukan keamanan, termasuk seorang tentara Perancis juga terluka.
"Menghadapi teroris dan tindakan keji mereka, kita harus memobilisasi untuk memastikan respon yang tepat. Kami akan muncul sebagai pemenang dari perang ini, dan semua orang lain di dunia yang menginginkan perdamaian dan kebebasan," katanya dilansir Reuters Ahad (17/1).
Ia menambahkan bahwa negaranya akan memperingati tiga hari berkabung sejak hari ini.
Pihak berwenang sebelumnya mengatakan bahwa korban tewas tersebut berasal dari 18 negara yang berbeda, termasuk Prancis, Kanada, dan Swiss.
Pejabat Burkina tidak memberikan rincian lebih lanjut identitas para korban. Namun, pemerintah Perancis mengumumkan bahwa dua warga Perancis di antara korban meninggal. Paris berjanji untuk mengirim ahli forensik untuk membantu menyelidiki serangan itu, dan pengadilan Prancis membuka penyelidikan atas pembunuhan dan percobaan pembunuhan.
"Enam warga Kanada tewas dalam serangan itu," kata Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Swiss kehilangan dua warga dan Belanda satu orang.