REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra dan adiknya, Yingluck, mulai menjalankan mesin promosi mereka. Ini dilakukan dalam upaya menjalin kembali hubungan dengan para pendukungnya.
Publikasi yang dilakukan, termasuk dengan Yingluck yang tampil di acara memasak hingga distribusi buku gratis miliknya. Para ahli mengatakan, ini memberikan sinyal bahwa keluarga Shinawatra berniat kembali ke bangku kekuasaan.
Yingluck yang digulingkan pada 2014, memberikan ribuan buku berisi foto-foto dirinya ke wartawan dan diplomat sebagai hadiah tahun baru. Kakaknya, Thaksin, juga membagikan buku meja yang berisi pujian atas prestasinya saat menjabat sebagai perdana menteri.
Militer Thailand telah membersihkan pemerintahan Shinawatra, simpatisannya ditahan, dipantau, dan politisi yang setia pada mereka dibatasi geraknya. Yingluck dan Thaksin sangat dibenci oleh militer yang didukung elite kerajaan. Namun, mereka begitu populer di kalangan masyarakat tradisional di utara dan timur laut Thailand.
Banyak pengamat percaya, partai mereka, Puea Thai, masih akan dengan mudah memenangkan pemilihan umum berikutnya. Salah seorang analis di Siam Intelligence Unit Yuenyong Kan mengatakan, publikasi klan Shinawatra ini dilakukan untuk meyakinkan pendukung mereka dan memprovokasi musuh-musuh mereka.
"Keluarga Shinawatra ingin mengirimkan pesan ke elite dan pengikut mereka sendiri, 'kami masih di sini, kami belum hilang'," katanya.
Sementara itu, menanggapi buku Thaksin, Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan, pemerintah Thaksin telah membawa Thailand menuju konflik politik. Mereka juga mencatat bahwa Thaksin menghadapi tuduhan serius pelanggaran korupsi dan hak asasi manusia.
Pihak berwenang di timur laut Thailand juga melarang distribusi ribuan kalender 2016 yang menampilkan wajah Thaksin dan Yingluck awal bulan ini. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan, untuk apa kalendar tersebut?
"Dapatkah kriminal mendistribusikan kalender dengan muka mereka, untuk apa?" ujarnya.
Thaksin yang masih merupakan orang terkaya di Thailand melarikan diri keluar negeri pada 2008 untuk menghindari hukuman penjara karena korupsi. Sementara adiknya, Yingluck, dilarang berpolitik selama lima tahun. Ia juga diadili atas tuduhan pidana korupsi dalam skema subsidi beras.