REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, Rabu (27/1), ia berharap bisa kembali akur dengan negara kuat di Timur Tengah, Arab Saudi.
Namun, ia menolak meminta maaf atas serangan di kedutaan besar Saudi. "Kami melakukan semua yang harus kami lakukan, kami mengecam serangan itu," kata Rouhani terkait pembakaran Kedubes Saudi awal Januari oleh pengunjuk rasa yang memprotes eksekusi ulama terkemuka dari kalangan minoritas Syiah Arab Saudi.
"Kami telah menangkap para pelaku, inilah yang benar untuk dilakukan dan kami melakukannya. Kenapa kami harus minta maaf? Karena (ulama) Nimr al-Nimr dieksekusi? Kamikah yang harus meminta maaf karena mereka membunuh rakyat Yaman? Minta maaf kepada mereka karena mereka membantu teroris," katanya.
Rouhanni menegaskan bola sekarang berada di tangan pengadilan Arab Saudi. "Kami tidak ingin ketegangan dengan Arab Saudi berlanjut," katanya.
Namun, ia menegaskan tidak ada pembenaran atas apa yang ia sebutkan sebagai kebijakan agresif Riyadh di kawasan tersebut. "Merekalah yang seharusnya meminta maaf kepada umat Muslim, ratusan kali," katanya.
Negara kerajaan di kawasan Teluk itu serta beberapa sekutunya memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran terkait serangan di Kedubes Arab Saudi pada 2 Januari itu. Iran sebelumnya mengatakan telah menahan 40 orang atas insiden di Teheran tersebut, dan empat orang lagi ditangkap setelah konsulat Arab Saudi di Mashhad juga dibakar.
Baca juga:
Korut, Negara Asia Paling Korup
Sejarah Hari Ini: Manusia Jadi 'Drakula Pembunuh'