REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry mengatakan bahwa konflik Suriah yang terjadi selama lima tahun terkahir dan menelan sekitar 250 ribu korban jiwa, serta menyebabkan jutaan penduduknya mengungsi merupakan bencana kemanusiaan tak tertandingi pasca Perang Dunia II.
Oleh sebab itu, Kerry menyatakan akan tetap berupaya untuk menarik kedua belah pihak yang tengah berkonfrontasi ke meja negosiasi guna mengakhiri penderitaan dan jatuhnya korban jiwa lebih besar di sana.
“Saya menarik kedua belah pihak dan memberi kesempatan untuk bernegosiasi secara serius. Dengan itikad dan tujuan membuat kemajuan yang lebih baik di hari depan,” kata Kerry ketika menghadiri pembicaraan damai di Jenewa, Swiss, seperti dilaporkan CBS News, Ahad (31/1).
Pernyataan Kerry tersebut juga berhubungan dengan insiden ledakkan bom di Sayyida Zeinab, di pinggiran permukiman komunitas muslim di dekat Damaskus pada Ahad (31/1). Serangan bom bunuh diri yang mengincar halte bus tersebut sedikitnya melukai 100 warga Suriah dan menyebabkan puluhan lainnya tewas.
Sebuah situs yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyatakan bahwa serangan bom dilakukan oleh kelompok ekstremis yang mengontrol daerah di antara Irak dan Suriah tersebut.
Pembicaraan damai di Jenewa yang dihadiri oleh Kerry merupakan implementasi dari proses yang diuraikan dalam resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam resolusi tersebut dijabarkan tentang transisi politik, termasuk penyusunan konstitusi baru serta menggelar pemilihan umum di Suriah.
Namun pembicaraan terkait hal itu masih bergulir karena adanya pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap resolusi tersebut. Konflik di Suriah telah menelan ratusan ribu korban jiwa dan menyebabkan jutaan warganya hengkang dari negara tersebut.
Sebagian besar dari pengungsi memilih Eropa sebagai tempat untuk menghindari lecutan perang dan mencari perlindungan. Namun nasib mereka juga tak menjadi lebih baik pasca adanya serangkaian serangan teror di Benua Biru tersebut.