REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Parlemen Taiwan, Senin (1/2), untuk pertama kali memilih ketua dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang tidak suka Cina setelah menang pemilihan umum pada bulan lalu.
Su Chia-chuan segera melepaskan jabatan di partainya setelah terpilih sebagai langkah pertamanya menuju perubahan parlemen. "Ini pertama kali peralihan kekuasaan di parlemen. Masyarakat punya harapan besar terhadap parlemen baru. Jika kami mengecewakan mereka, maka kami mengkhianati amanat mereka," kata Su kepada wartawan.
DPP menang telak dalam pemilihan anggota parlemen dan presiden pada 16 Januari. Ketua DPP Tsai Ing-wen pada 20 Mei akan menjadi perempuan presiden pertama di Taiwan setelah pemilih mengalihkan dukungannya dari pemerintahan di bawah Partai Kuomintang (KMT), yang bersahabat dengan Beijing.
DPP meraih 68 dari 113 kursi parlemen, yang diperebutkan, sedangkan perolehan KMT menyusut dari 64 menjadi hanya 35 kursi. Su mengambil alih kepemimpinan parlemen dari politikus KMT Wang Jin-pyng yang memegang kekuasaannya selama 17 tahun.
Salah satu tugas utama yang dihadapi parlemen baru adalah meloloskan rancangan undang-undang pengawasan terhadap beberapa kesepakatan dengan Cina. Hal itu buntu sejak gerakan Bunga Matahari pada 2014 ketika ada pendudukan gedung parlemen lebih dari tiga pekan untuk memprotes agenda kesepakatan jasa perdagangang lintas selat.
Cina dan Taiwan berpisah pada 1949 setelah pecahnya perang sipil, namun Beijing masih memandang pulau yang memiliki pemerintahan tersendiri itu bagian dari wilayah teritorialnya yang sedang menantikan penyatuan kembali atau reunifikasi. Hal itu tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan pasukan oleh Taipei untuk mendeklarasikan kemerdekaan.