REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Hampir dua lusin negara berkumpul pada Selasa (2/2) untuk merencanakan perjuangan mereka melawan kelompok militan ISIS dan bagaiaman mematahkan kebangkitannya di Libya.
Pertemuan berlangsung bersamaan dengan dimulainya pembicaraan damai di Jenewa untuk mencoba mengakhiri perang saudara lima tahun di Suriah. Perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 250 ribu orang dan mendorong 10 juta lainnya pergi dari rumah mereka.
Sebanyak 23 negara dari Koalisi Global melawan ISIS akan meninjau upaya mereka mendapatkan kembali wilayah Suriah dan Irak dari kelompok militan. Koalisi Global itu juga membahas cara-cara untuk mengekang pengaruh yang lebih luas terutama di Libya.
Pertemuan ini akan mencakup menstabilkan wilayah seperti kota Irak Tikrit yang telah direbut dari kelompok militan, serta upaya yang lebih luas untuk melemahkan keuangannya dan membendung aliran pejuang asing.
Meskipun fokus pada Libya, Suriah dan Irak tetap panggung utama tindakan melawan ISIS.
Pasukan pemerintah Suriah dan pejuang sekutu ditangkap di pedesaan berbukit dekat Aleppo, Senin (1/2). Menurut Observatorium Suriah untuk HAM, di sana merupakan rute pasokan utama yang digunakan oleh pasukan oposisi dalam jarak tembak.
Pemberontak mengatakan, serangan itu sedang dilakukan dengan dukungan udara besar-besaran Rusia. Meski kehendak baik oleh pemerintah Suriah untuk memacu pembicaraan perdamaian yang dinyatakan utusan PBB Staffan de Mistura telah dimulai pada Senin.
Pejabat Tinggi Oposisi Monzer Makhous menuduh De Mitsura melangkahi dengan menyatakan pembicaraan damai telah dimulai. Monzer juga mengatakan pemerintah dalam beberapa hari harus menyatakan kesediaannya untuk berhenti menyerang warga sipil dan memungkinkan akses kemanusiaan.
"Jika tidak ada kemajuan di tanah (Suriah), kita pergi. Kami disini bukan untuk negosiasi, kami di sini untuk menguji niat rezim," ujarnya.