REPUBLIKA.CO.ID, MAROKO -- Sebanyak 250 cendekiawan dan inteletual Muslim dari 120 negara menyepakati Deklarasi Marrakesh pada Jumat (29/1), di kota Marrakesh, Maroko. Deklarasi Marrakesh menyerukan perlindungan untuk hak-hak non Muslim di negara mayoritas Muslim.
Dipimpin oleh seorang ulama Uni Emirat Arab, Syekh Abdallah Bin Bayyah, kesepakatan Marrakesh berkiblat pada Piagam Madinah pada abad ke-7 yang mengatur hubungan Yahudi, Kristen, Islam, dan pagan di Madinah. Deklarasi Marrakesh dirasa penting mengingat semakin banyaknya kekerasan atas nama agama.
Secara khusus, Deklarasi Marrakesh menjadi acuan prinsip-prinsip konstitusional kewarganegaraan. Deklarasi menyerukan untuk menghargai hak asasi, menjaga solidaritas dan prinsip-prinsip keadilan baik bagi Muslim maupun non Muslim.
Deklarasi Marrakesh juga menyerukan perwakilan berbagai agama untuk melawan segala bentuk fanatisme agama, pengrusakan nama, serta seruan kebencian dan fanatisme. Selain perwakilan agama, seruan juga ditujukan untuk para pemangku kepentingan, lembaga pendidikan, politisi dan seniman.