REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sedang mengerahkan kapal-kapalnya ke Laut Aegean untuk membantu Turki dan Yunani memberantas jaringan kejahatan penyelundupan pengungsi ke Eropa, Kamis (11/2).
Beberapa jam setelah para menteri pertahanan negara-negara anggota NATO menyepakati penggunaan pasukan maritim di laut Mediterania timur untuk memerangi perdagangan manusia, Komandan NATO Jenderal Philip Breedlove mengatakan ia sedang berusaha keras segera menuntaskan rancangan misi tersebut.
"Kami sedang melayarkan kapal-kapal ke arah yang sesuai," kata Breedlove dalam jumpa pers.
Perencanaan misi itu akan diperbaiki sambil kapal-kapal tersebut berlayar ke wilayah yang dituju. "Itu sekitar 24 jam," katanya. Rencana pertama kali dimunculkan pada Senin oleh Jerman serta Turki itu, membuat NATO terkejut. Rencana tersebut diharapkan dapat membantu penanganan krisis migran terburuk sejak Perang Dunia II.
Sudah lebih dari satu juta pencari suaka yang tiba tahun lalu. Breedlove mengatakan NATO juga akan memantau perbatasan darat Turki-Suriah yang digunakan para penyelundup manusia.
Kendati rencana itu masih harus dimatangkan oleh dewan pimpinan NATO, negara-negara sekutu tampaknya akan menggunakan kapal-kapal tersebut untuk bekerja sama dengan badan penjaga pantai Turki dan Yunani serta badan perbatasan Uni Eropa, Frontex.
"Saat ini ada sindikat kejahatan yang memanfaatkan orang-orang miskin ini dan sindikat tersebut melakukan operasi penyelundupan secara terorganisasi," kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat Ash Carter kepada para wartawan.
Jumlah orang yang mengungsingkan diri dari perang dan negara-negara yang menghadap kejatuhan, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara sedikit turun. Kesepakatan senilai tiga miliar euro antara Uni Eropa dan Turki untuk meredam gelombang kedatangan pengungsi masih belum memberikan dampak yang berarti.