REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 100.523.000 sampah antariksa dari ukuran lebih dari satu milimeter (mm) hingga lebih dari 10 sentimeter (cm) yang dihasilkan sejak lebih dari 50 tahun terakhir semakin mengancam keberadaan satelit hingga stasiun luar angkasa.
"Dengan meningkatnya aktivitas di luar angkasa semakin tinggi kemungkinan tabrakan di luar angkasa terjadi dengan adanya sampah antariksa tersebut," kata Assistant Secretary Bureau of Arms Control, Verification, and Compliance United State Frank A Rose dalam diskusi Three Minuters of Darkness over Indonesia di @America, Jakarta, Jumat (26/2).
Ia mengatakan radar milik The US Join Space Operations Center (JSpOC) berhasil melacak lebih dari 23.000 sampah antariksa seukuran bola softball atau lebih besar dari 10 cm, selain juga berhasil melacak 500.000 lebih sampah antariksa dengan ukuran lebih dari satu centimeter, dan 100.000.000 lebih sampah antariksa dengan ukuran lebih besar hingga satu mm.
Berbagai macam sampah antariksa, menurut Rose, ada di angkasa, mulai dari sikat gigi, bekas roket, bekas pesawat ulang alik, hingga satelit yang sudah tidak aktif. Semua bersama-sama berotasi mengelililngi bumi bersama satelit yang masih aktif hingga stasiun ruang angkasa.
Pada 2007, ia mengatakan Tiongkok melakukan uji coba satelit dan menghasilkan 3000 fragmen berukuran di atas 10 cm yang diperkirakan akan ada di luar angkasa ratusan tahun. Dan pada 2009, kejadian signifikan terjadi di ruang hampa udara tersebut saat satelit Rusia Iridium 33 hancur tertabrak satelit Rusia Cosmos 2251 lainnya yang sudah tidak aktif.
"Sampah antariksa ini jelas akan menjadi ancaman bagi sistem keantariksaan banyak negara, bahkan beberapa tahun terakhir ratusan kejadian di mana sampah antariksa hasil uji coba tahun 2000 sudah semakin mendekati satelit-satelit mereka sendiri," ujar Rose.
Ia mengatakan saat ini ada sekitar 60 negara, instansi swasta, akademi di dunia yang mengoperasikan satelit, dan jumlahnya mencapai lebih dari 100 unit dengan bermacam-macam orbit.
Keberadaan teknologi antariksa di ruang angkasa ini, menurut dia, telah memberikan kemajuan dan manfaat bagi kehidupan manusia di bumi.
Kerja sama antar negara dan pihak swasta dalam penggunaan teknologi ini penting untuk kemajuan ekonomi dan keamanan di bumi.
Pemanfaatan teknologi antariksa ini mulai dari sistem peringatan dini bencana, fasilitas navigasi untuk transportasi, akses global untuk keuangan atau perbankan, dan berbagai kegiatan penting lain di bumi.
"Bahkan teknologi keantariksaan ini sangat penting termasuk untuk Indonesia yang punya ribuan pulau. Namun saat ini baru kita ketahui sistem ini memiliki kekurangan setelah beberapa dekade ternyata mengotori luar angkasa," ujar dia.