Senin 29 Feb 2016 16:25 WIB

Hidup Mati Perusahaan Cina

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Pekerja pabrik di Provinsi Guangdong, Cina.
Foto: ? Reuters / Bobby Yip
Pekerja pabrik di Provinsi Guangdong, Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, DONGGUAN -- Jutaan pekerja migran mengalir kembali ke jantung industri Cina setelah lama liburan tahun baru Cina atau Imlek. Mereka kembali menghadapi masa depan yang tidak pasti, di tengah pabrik kecil yang berjuang mengatasi kurangnya pesanan dan meningkatnya persediaan.

Di Pearl River Delta workshop dunia di provinsi Guangdong selatan yang menyumbang sekitar seperempat ekspor Cina, pekerja dan pemilik usaha mengatakan, produksi lebih lambat dari biasanya setelah libur dua pekan tahunan negara tersebut.

Di kawasan industri Xicheng di Hengli, beberapa pabrik meletakkan mesin rusak berserakan di luar. Sedangkan bidang tanah yang dialokasikan untuk keperluan industri digunakan warga untuk menanam sayuran. Hal ini menunjukkan melemahnya permintaan terhadap barang-barang Cina yang memaksa penutupan bisnis dan menekan upah.

"Menemukan sebuah pabrik dengan gaji yang baik, itulah yang kami inginkan," ujar Luo Xianrong (18 tahun) yang diberhentikan oleh pabrik pada Januari dilansir dari Channel News Asia, Senin (29/2).

Luo rupanya hanya salah satu dari sejumlah migran dalam perburuan kerja baru. Ia dan empat rekannya berhati-hati dalam mencari pekerjaan baru karena banyak pabrik yang tidak menyediakan makanan dan akomodasi, juga menunda pembayaran upah.

"Saya tidak ingin ditipu," tegasnya.

Pembuat kebijakan global berkumpul di Shanghai untuk pertemuan G20 pada akhir pekan menyatakan, pertumbuhan di pasar negara berkembang utama tetap kuat. Perlambatan di Cina, sebagai motor ekonomi dunia dalam dekade terakhir membuat investor terkesima dan memberikan kontribusi untuk gejolak pasar di awal 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement